Abstract:
Seiring pergantian kepemimpinan, banyaknya direksi BUMN yang menjadi pemeran utama dalam kasus korupsi disebabkan karena lemahnya pengawasan selama proses seleksi komisaris. Pada Juni 2020 lembaga Ombudsman menyampaikan hasil temuan mereka, terhadap fenomena rangkap jabatan pada lembaga BUMN. Sepanjang 2019, Ombudsman menemukan 564 orang yang terindikasi rangkap jabatan. Rinciannya, 397 orang penyelenggara negara/pemerintah merangkap sebagai komisaris BUMN, dan 167 orang lainnya menjabat di anak perusahaan BUMN.
Padahal, dalam berbagai peraturan perundang-undangan, mengatur dengan tegas mengenai larangan ASN untuk merangkap jabatan. Penulis mencontohkan pasal 76 huruf h Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, dimana dalam aturan tersebut secara gamblang dijelaskan bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang merangkap jabatan sebagai penjabat negara lainnya. Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara, pada Pasal 39 huruf a juga menjelaskan bahwa menteri dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya.
Atas dasar itulah penulis kemudian memutuskan untuk mengangkat topik ini sebagai bahan penelitian dengan dua pokok permasalahan utama. Pertama, apakah rangkap jabatan pada badan usaha merupakan tindak pidana korupsi? Kedua, bagaimanakah kebijakan formulasi hukum pidana terhadap rangkap jabatan oleh pejabat negara pada badan usaha milik pribadi (swasta) di masa mendatang (ius constituendum)? Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian normatif dan dibagi menjadi 4 BAB yang masing-masing akan membahas persoalan yang ada dengan terstruktur.
Kata Kunci : Pejabat Negara, Penyelenggara Negara, Rangkap Jabatan.