Repo Mhs ULM

TANGGUNG JAWAB DEVELOPER TERHADAP KONSUMEN ATAS PENYERAHAN UNIT APARTEMEN CONDOTEL THE GRAND BANUA (PT. BANUA ANUGRAH SEJAHTERA) BERDASARKAN PERJANJIAN JUAL BELI

Show simple item record

dc.contributor.author Khairul Fadlan Lubis
dc.date.accessioned 2023-02-23T12:05:52Z
dc.date.available 2023-02-23T12:05:52Z
dc.identifier.uri https://repo-mhs.ulm.ac.id//handle/123456789/35236
dc.description.abstract TANGGUNG JAWAB DEVELOPER TERHADAP KONSUMEN ATAS PENYERAHAN UNIT APARTEMEN CONDOTEL THE GRAND BANUA (PT. BANUA ANUGRAH SEJAHTERA) BERDASARKAN PERJANJIAN JUAL BELI Khairul Fadlan Lubis Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji Bagaimana tanggung jawab Developer terhadap konsumen akibat perubahan letak unit Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA (PT. Banua Anugerah Sejahtera) berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen dalam hal perubahan letak unit yang diserahkan dalam pembelian Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA (PT. Banua Anugerah Sejahtera). Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian kekaburan norma yakni dengan cara mengumpulkan dan menginventarisasi bahan hukum yang diperlukan dari studi kepustakaan. Hasil Penelitian: 1. Tanggung jawab pihak penjual (developer) Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA yaitu PT. BANUA ANUGRAH SEJAHTERA (developer) kepada pembeli/konsumen sudah tertulis dalam Pasal 5 PPJB No.SPR/XI/2013/027. Bahwa penulis melihat (developer) dengan konsumen selaku (pembeli) tidak melakukan adanya itikad baik dari developer itu sendiri, padahal sudah di atur dalam pasal 1338 KUHPerdata ayat (3) semestinya penulis menilai bahwa terhadap Analisa kasus ini masuk ke dalam bentuk wanprestasi yang kedua, yaitu karena memenuhi prestasi namun tidak sebagaimana mestinya, yaitu seharusnya penyerahan objek disertai dengan penyerahan yuridis berupa penyerahan sertifikat. 2. Perlindungan konsumen yang mengalami kerugian terhadap Apartemen CONDOTEL GRAND BANUA (developer), yang membuat perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) dibuat dalam akta para penetap yakni waarmeking dan bukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat di hadapan notaris sebagai akta otentik yang berkekuatan hukum sehingga jika ada perubahan di dalam PPJB tersebut harus diketahui dan disaksikan oleh Notaris. Namun demikian PPJB dapat digunakan sebagai dasar bagi konsumen untuk mengajukan guguatan ke pengadilan sebagai upaya mendapat perlindungan hukum formil dan materiil. Akibat hukum yang timbul karena developer Wanprestasi berupa ganti rugi berdasarkan Pasal 1243 KUHPerdata. Bahwa kosumen harus menuntut ganti rugi terhadap konsumen yang dijelaskan pada Undang-undang Perlindungan Konsumen Bab IV Tanggung Jawab Pelaku Usaha pasal 19 ayat (1), dan menggugat developer dengan dasar wanpresatsi, serta dengan adanya pelanggaran ini bahwa hak-hak milik Pembeli (Konsumen) yang tercantum dalam Pasal 4 ayat 2 dan ayat 3. Kata Kunci: Tanggung Jawab, Developer, Konsumen, Apartemen, Perjanjian, Jual-Beli A. Latar Belakang Apartment ownership can be obtained through buying and selling transactions between business actors (Developers) and consumers (Buyers). Regulations regarding buying and selling are generally contained in article 1457 of the Civil Code (KUHPerdata) which states that buying and selling is an agreement with which one party binds himself to surrender an object and the other party to pay the agreed price. Apartment marketing is usually carried out using a Pre Project Selling system, namely sales are made by ordering or pivoting in advance accompanied by a down payment for the unit to be purchased. Pengembang lebih kompetitif dalam menarik pembeli dan konsumen dengan menawarkan fasilitas yang lebih lengkap dengan harga dan promosi yang cukup menarik karena daya beli konsumen yang tinggi terhadap apartemen. Namun, pengembang seringkali menimbulkan risiko dalam pembelian apartemen karena kegagalan pengembang untuk memenuhi komitmen yang dibuat dalam perikatan, juga dikenal sebagai wanprestasi. Ada keterkaitan antara pembeli dan pengembang saat membeli rumah atau apartemen. Dalam proses jual beli, ikatan yang dikenal sebagai perjanjian biasanya mengikat seseorang dan lembaga. Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri kepada orang lain atau lebih dikenal sebagai perjanjian. Perjanjian jual beli properti adalah salah satu dari banyak jenis perjanjian umum yang melibatkan dua pihak, penjual dan pembeli. Berdasarkan perjanjian ini, penjual wajib menyerahkan barang berupa rumah susun tepat pada waktunya dan pembeli wajib membayar barang tersebut sesuai dengan kesepakatan. Pasal 1457 KUH Perdata mendefinisikan jual beli sebagai suatu perjanjian dimana salah satu pihak berjanji untuk menyediakan suatu barang dan pihak lain membayar harga yang disepakati. Pembeli setuju untuk membayar harga yang disepakati, dan penjual setuju untuk mengalihkan kepemilikan barang yang dibeli. Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA yang merupakan salah satu kasus apartemen yang cukup menyita perhatian masyarakat, khususnya di Kalimantan Selatan, merupakan salah satu kasus yang akan penulis angkat mengenai wanprestasi. Karena merupakan satu-satunya, publik menganggap apartemen ini sangat menarik di Kalimantan selatan yakni di kabupaten banjar dan juga lokasi yang strategis bersebelahan dengan hotel Aston dan juga berdekatan dengan kota Banjarmasin. Kasus ini bermula ketika ADE ERIS MUSLIM membeli sebuah rumah susun Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA yang terletak di Jalan Ahmad Yani Km. 11,8, Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan dari PT. BANUA ANUGERAH SEJAHTERA, dari pembelian rumah susun Apartemen tersebut dibuatlah Perjanjian Pengikatan Jual-Beli antara ADE ERIS MUSLIM selaku pembeli dengan PT. BANUA ANUGERAH SEJAHTERA selaku Developer, dengan surat perjanjian jual beli Nomor : SPR/XI/2013.027 tanggal 09 Maret 2013 yang isi perjanjiannya adalah “Apartement lantai 05, Unit 09, Type 2BR, Luas 58,8 M2, Adapun harga Jual-Beli Satuan Rumah Susun “Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA” tersebut disepakati dengan harga sebesar Rp. 790.000.000,- (tujuh ratus Sembilan puluh juta rupiah) dengan cara pembayaran Booking Fee Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah), DP 30 % Rp. 232.500.000,- (dua ratus tiga puluh dua juta lima ratus ribu rupiah) atau dibayar 2x, Installment 70 % Rp. 542.500.000,- (lima ratus empat puluh dua juta lima ratus ribu rupiah) atau dibayar 24x dan setelah pelunasan pembayaran Pihak PT. BANUA ANUGERAH SEJAHTERA akan menyerahkan Sertifikat Hak Guna Bangunan Satuan Rumah Susun “Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA” kepada Pihak Pembeli ADE ERIS MUSLIM”. Kemudian setelah penandatanganan Perjanjian Pengikatan Jual-Beli Satuan Rumah Susun “Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA”, Nomor : SPR/XI/2013.027 tanggal 09 Maret 2013, selanjutnya ADE ERIS MUSLIM melakukan pembayaran dari bulan Februari Tahun 2013 sampai dengan bulan Maret Tahun 2015 dan setelah kewajiban pembayaran tersebut lunas kemudian pada tanggal 9 Maret 2015 PT. BANUA ANUGERAH SEJAHTERA membuat surat yang berbunyi “Bahwa costumer pemilik unit Apartement Lantai 18 (delapan belas) No. 12 sudah memenuhi kewajiban untuk melakukan pembayaran atas unit apartement Typpe 2BR Lantai 18 No. 12 dinyatakan sebagai consumer LUNAS tertanggal 9 Maret 2015”. Atas surat tersebut PT. BANUA ANUGERAH SEJAHTERA telah merubah Unit Apartement Type 2BR dari semula Lantai 05 Unit 09 menjadi Lantai 18 Unit 12 tanpa persetujuan dari ADE ERIS MUSLIM selaku pembeli. selanjutnya pada tanggal 2 Desember 2015 PT. BANUA ANUGERAH SEJAHTERA Kembali melakukan perubahan lantai yakni lantai 21 unit 12 dengan melakukan penyerahan 2 (Dua) buah Kunci Kartu Akses Pintu Kamar Apartement No. 2112 dan 1 (satu) buah kunci metal pintu kamar apartement No. 2112 dan sampai dengan pelunasan pembayaran dilakukan pun PT. BANUA ANUGERAH SEJAHTERA tidak juga menyerahkan Sertifikat Hak Guna Bangunan Satuan Rumah Susun “Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA” kepada ADE ERIS MUSLIM selaku pembeli. Berdasarkan penjeesan maka penulis tertarik untuk membahas masalah dengan judul ”TANGGUNG JAWAB DEFELOVER TERHADAP KONSUMEN ATAS PENYERAHAN UNIT APARTEMEN CONDOTEL THE GRAND BANUA (PT. BANUA ANUGRAH SEJAHTERA) BERDASARKAN PERJANJIAN JUAL BELI”. B. Permasalahan 1. Bagaimana tanggung jawab Developer terhadap konsumen akibat perubahan letak unit Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA (PT. Banua Anugerah Sejahtera) berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli? 2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen dalam hal perubahan letak unit yang diserahkan dalam pembelian Apartemen Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA (PT. Banua Anugerah Sejahtera) ? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan yang hendak diraih pada penelitian ini : a. Untuk mengkaji Bagaimana tanggung jawab Developer terhadap konsumen akibat perubahan letak unit Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA (PT. Banua Anugerah Sejahtera) berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli. b. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen dalam hal perubahan letak unit yang diserahkan dalam pembelian Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA (PT. Banua Anugerah Sejahtera). penulis harapkan membawa kegunaan dan manfaat sebagai berikut: a. Dapat berguna bagi ilmu hukum maupun sumbangan pemikiran terhadap pihak yang terkait khususnya dalam tanggung jawab Developer terhadap konsumen akibat wanprestasi dalam penyerahan serta perubahan letak unit Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA (PT. Banua Anugerah Sejahtera) berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli; b. Dapat memberikan informasi serta manfaat bagi pemerintah atau kepada masyarakat luar mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen dalam hal pembelian Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA (PT. Banua Anugerah Sejahtera) berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli. D. Metode Penelitian Penelitian yang penulis pakai memakai metode penelitian penulis berupa hukum normatif. Bahan hukum yang didapat melewati studi pustakaan dengan mengkaji peraturan hukum yang ada dan tulisan yang berkenaan dengan objek yang penulis teliti yang berupa bahan hukum primer, sekunder serta tersier. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis. kekaburan norma. Kekaburan norma hukum yang dimaksud adalah keadaan dimana norma sudah ada tetapi tidak tidak memiliki arti yang jelas atau norma tersebut menimbulkan lebih dari satu makna yang membuat norma tersebut kabur atau tidak jelas. Bahwa yang diatur pasal 1238, pasal 1320, dan pasal 1338 KUHPerdata. E. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Tanggung Jawab Developer Terhadap Konsumen Akibat Perubahan Letak Unit Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA (PT. Banua Anugrah Sejahtera) Berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Harus ada landasan bagi setiap tuntutan akuntabilitas—hal-hal yang membuat seseorang bertanggung jawab dan menimbulkan kewajiban untuk bertanggung jawab. Premis tanggung jawab sesuai peraturan umum dibagi menjadi dua struktur, khususnya campuran dan peluang. Akibatnya, tanggung jawab risiko atau tanggung jawab mutlak membedakan tanggung jawab berdasarkan kesalahan dari tanggung jawab tanpa kesalahan. Seseorang harus dimintai pertanggungjawaban karena ia bersalah, baik melalui kesalahan maupun perbuatan yang merugikan orang lain, sesuai dengan asas pertanggungjawaban atas dasar kesalahan. Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan ini misalnya tuntutan ganti kerugian karena wanprestasi menurut Pasal 1236 KUH Perdata, tanggung jawab atas perbuatan melawan hukum menurut Pasal 1365 KUH Perdata, dan kelalaian menurut Pasal 1366 KUH Perdata. kode. Menurut pasal 1367 KUH Perdata, asas tanggung jawab tanpa kesalahan mengatur bahwa seseorang harus bertanggung jawab atas kerugian yang timbul meskipun kerugian itu bukan karena kesalahannya. Hal ini menunjukkan bahwa produsen atau pelaku usaha harus memikul tanggung jawab sebagai bagian dari risiko terhadap usahanya. Gagasan bahwa kewajiban menanggung kerugian dipandang sebagai risiko yang harus ditanggung sendiri karena tidak ada pihak lain yang dapat disalahkan merupakan landasan dari prinsip tanggung jawab risiko. Konsumen tidak lagi wajib menanggung kesalahan produsen atau pelaku usaha; melainkan produsen atau pelaku usaha bertanggung jawab secara langsung sebagai risiko dari usahanya, berdasarkan prinsip tanggung jawab mutlak (strich liability). Karena pengembang bermaksud untuk membangun apartemen, pengembang sekarang memikul tanggung jawab atas semua penjualan apartemen kepada pelanggan. Ketika konsumen tertarik untuk membeli apartemen dari pengembang, mereka membuat perjanjian penawaran yang melarang kedua belah pihak memproses transaksi awal untuk membayar biaya pemesanan atau melakukan pembayaran di muka. Meskipun barang yang ditawarkan masih dalam proses pembangunan—biasanya masih berupa tanah—dan belum berupa bangunan seperti yang ditawarkan, pembayaran ini menunjukkan niat pelanggan untuk membeli unit apartemen. Pengembang dan konsumen melakukan ini untuk menunjukkan bahwa mereka membeli dan menjual apartemen. Segala sesuatu yang dijanjikan oleh pelaku pembangunan rumah susun dan/atau agen pemasaran menjadi Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang mengikat para pihak apabila pemasaran dilakukan sebelum pembangunan. Setelah memenuhi persyaratan kepastian, perjanjian pengikatan jual beli dapat digunakan untuk jual beli unit rumah susun sebelum pembangunan rumah susun selesai. Pemilik rumah susun menerima Surat Keterangan Hak Milik Rumah Susun (SHM Sarusun) sebagai surat bukti untuk menjamin kepastian hukum mengenai kepemilikan atas satuan tersebut. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Satuan (SHM Sarusun) yang diberikan oleh Kantor Pertanahan Daerah/Kota. Setiap satuan rumah susun mendapat Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHM Sarusun). Atas nama pemilik diterbitkan Surat Keterangan Hak Milik Rumah Susun (SHM Sarusun). Boedi Harsono mengatakan, sertifikat hak milik atas satuan rumah susun tersebut merupakan tambahan baru dalam peraturan pertanahan terkait satuan rumah susun. yang meliputi pembuatan denah satuan rumah susun yang bersangkutan dan pembukuan buku tanah Hak Milik untuk satu satuan rumah susun dengan ukuran tanah yang dibagi. Sampul dokumen menyatukan semuanya dan dengan jelas menunjukkan tingkat flat, lokasi apartemen, dan posisinya pada tingkat yang dimaksud. Boedi Harsono melanjutkan, sertifikat hak milik atas satuan rumah susun merupakan bukti kepemilikan satuan satuan rumah susun dan nilai nisbah proporsional pemilikan bersama atas saham bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Jika dibandingkan dengan sertifikat hak atas tanah pada umumnya, sertifikat hak milik atas satuan rumah susun memiliki karakteristik yang unik. Dalam kebanyakan kasus, nama sertifikat hak atas tanah ditentukan oleh jenis status hak atas tanah; misalnya sertifikat Hak Milik mengacu pada Hak, sertifikat Hak Guna Usaha mengacu pada Hak Guna Usaha, dan sertifikat Hak Pakai merujuk pada Hak Guna Usaha. Keunikan dari Sertifikat Hak Milik Rumah Susun R. Soeprapto (SHM Sarusun) adalah sebagai berikut: Sertifikat hak milik atas satuan rumah susun ini tidak berkaitan dengan jenis hak atas tanah. Dengan menggunakan sertipikat sebagai bukti hak milik atas satuan rumah susun berlaku bagi satuan rumah susun yang berdiri di atas tanah dengan hak milik, hak guna bangunan, atau hak pakai hasil atas tanah negara. Sertipikat tersebut tetap menyandang nama “sertifikat hak milik atas rumah susun” meskipun rumah susun tersebut terletak di atas tanah yang berhak untuk memiliki, membangun, atau menggunakannya. Sarusun, SHM). Oleh karena itu, status hak atas tanah di daerah yang hanya dibangun rumah susun tidak ada hubungannya dengan nama sertipikat. terkait dengan perjanjian yang dibuat, termasuk perjanjian jual beli yang dicermati dalam penelitian ini. Pihak pertama bertindak sebagai penjual dan pihak kedua bertindak sebagai pembeli dalam perjanjian jual beli tersebut. Jual beli adalah perbuatan yang dilakukan oleh pihak kedua. Barang tersebut dijual oleh pihak pertama yang juga penjual, sedangkan pihak kedua yaitu pembeli menerimanya dari penjual.. Dalam penelitian ini pihak pertama adalah PT. BANUA ANUGRAH SEJAHTERA (developer) sebagai penjual Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA, dan pihak kedua adalah konsumen yang membeli Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA. Jual beli Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA PT. BANUA ANUGRAH SEJAHTERA (developer) perjanjian jual beli memperkuat hubungan dengan pelanggan. Kedua belah pihak dalam perjanjian jual beli ini wajib melaksanakan syarat-syarat perjanjian dengan itikad baik, termasuk segala sesuatu yang telah diperjanjikan. Sesuai dengan ayat (3) Pasal 1338 KUH Perdata menyatakan bahwa “…..suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Pasal tersebut biasa dikenal sebagai asas itikad baik dalam suatu perjanjian, dimana para pihak harus melaksanakan suatu perjanjian, mulai dari perbuatan sampai berakhirnya berdasarkan itikad baik. Dikuatkan dengan pendapat Ridwan Khairandy bahwa: “Itikad baik sudah harus ada sejak fase prakontrak dimana para pihak mulai melakukan negosiasi hingga mencapai kesepakatan dan fase pelaksanaan kontrak.” Itikad baik dalam perjanjian jual beli Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA PT. BANUA ANUGRAH SEJAHTERA (developer) dengan konsumen adalah ditunjukkan dengan cara masing-masing pihak memenuhi hak dan kewajibannya seperti yang disepakati dalam perjanjian jual beli tersebut. Dalam perjanjian jual beli Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA disebutkan hak dan kewajiban PT. BANUA ANUGRAH SEJAHTERA (developer) dengan konsumen. Pihak kedua bertanggung jawab atas semua biaya dan biaya yang terkait dengan Rumah Susun Milik sejak tanggal pengalihan. Dengan melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing sesuai dengan syarat-syarat perjanjian jual beli, penjual dan pembeli harus beritikad baik. Menurut pendapat Dr. Junaidi S.H., M.H., perjanjian adalah suatu hubungan hukum di bidang harta kekayaan yang mengikat satu subjek hukum dengan subjek hukum lainnya. Di antara mereka (para pihak atau subjek hukum), mereka saling mengikatkan diri sehingga ia merupakan subjek hukum yang berhak atas prestasi dan subjek hukum lainnya wajib melaksanakan prestasinya sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati para pihak dan menimbulkan akibat hukum. konsekuensi. Sehubungan dengan transaksi jual beli apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA dengan PT. PT pada dasarnya adalah BANUA ANUGRAH SEJAHTERA, pengembang, dengan pelanggan. Pengembang, BANUA ANUGRAH SEJAHTERA, berkewajiban untuk menyerahkan bangunan Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA sesuai dengan spesifikasi konstruksi yang disepakati dalam jangka waktu yang ditentukan. Selain itu, pengembang berhak menerima pembayaran penuh dari pelanggan sesuai dengan harga yang tercantum dalam perjanjian. Pelanggan wajib membayar harga Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA yang telah disepakati secara penuh dan berhak menerimanya sesuai dengan yang tercantum dalam perjanjian. Selama tidak ada masalah dengan perjanjian, itu akan berfungsi dengan baik. Ketika salah satu pihak membuat perjanjian yang tidak memenuhi kepuasan atau kewajibannya yang merupakan hak pihak lain, maka perjanjian tersebut menjadi bermasalah. Ini biasanya disebut sebagai "melakukan default." Dalam hal perjanjian jual beli Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA, pengembang (PT. Pengembang dan penjual wanprestasi. (BANUA ANUGRAH SEJAHTERA) Perancang dianggap wanprestasi dengan alasan tidak melakukan apa yang diikrarkan meskipun konsumen telah melunasi satu unit pembayaran apartemen dengan harga yang telah disepakati dalam perjanjian, pengembang tidak melakukan penyerahan fisik pada waktu yang telah disepakati (default). Pengembang belum dapat memenuhinya. kewajiban yaitu penyerahan fisik Unit Rumah Susun CONDOTEL THE GRAND BANUA kepada konsumen, bahkan hingga batas toleransi perpanjangan waktu yang telah disepakati dalam PPJB. Berdasarkan perjanjian jual beli Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA, pihak pengembang, PT, bertanggung jawab atas wanprestasi tersebut. Kegagalan bercirikan BANUA ANUGRAH SEJAHTERA. Pihak yang berhak atas prestasi akan menderita kerugian akibat ingkar janji (wanprestasi). Pengembang tidak menyerahkan sesuai dengan pasal 2 ayat 2.1 perjanjian yang menyatakan bahwa: Jenis yang dijanjikan adalah pembelian lantai 5 (lima), unit 9 (sembilan), tipe 2BR oleh konsumen yang berhak atas waktu yang dijanjikan . Dalam perjanjian, sangat mungkin untuk menuntut kesulitan keuangan, masalah izin, atau bahkan kurangnya itikad baik pengembang untuk mencapai tujuannya. Pengembang ini memikul tanggung jawab hukum atas tindakan yang diambilnya sebagai akibat dari wanprestasi yang dilakukannya. Kewajiban untuk menanggung segala akibat jika terjadi sesuatu yang dapat dipersalahkan, dituntut, dan digugat dikenal dengan tanggung jawab. Menurut kamus hukum, seseorang harus bertanggung jawab untuk memenuhi kewajiban kepadanya. Dr. Junaidi, S., H., M.H. bahwa ganti rugi dalam hukum perdata dapat timbul karena wanprestasi sebagai akibat suatu perjanjian. Dalam hukum perdata, tanggung jawab pihak yang wanprestasi diwujudkan dalam bentuk ganti rugi kepada pihak yang dirugikan. Menurut pasal 1239 dan 1243 KUH Perdata, ada tiga bagian kerugian yang harus diganti: biaya (biaya yang dikeluarkan), kerugian (kerugian yang diderita), dan bunga (keuntungan atau bunga yang diharapkan). Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen juga mengatur ganti rugi yang diberikan kepada konsumen akibat kesalahan pelaku usaha. Dalam kasus wanprestasi developer Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA, pihak developer tidak atau belum memenuhi tanggung jawabnya seperti yang tertuang dalam PPJB. Pada Pasal 5 angka (5.1) PPJB No.SPR/XI/2013/027 yang menyebutkan Penyerahan satuan atas rumah susun. Pihak pertama, akan memberitahukan secara tertulis kepada pihak kedua bahwa satuan atas rumah susun telah selesai dibangun dan siap untuk diserahkan kepada pihak kedua sebelum atau pada tanggal tiga puluh April dua ribu empat belas (30-04-2014) atau selambat-lambatnya 6 (enam) bulan, dan angka (5.1.2) yang menyatakan bahwa pihak pertama akan dikenakan biaya keterlambatan sesuai PPJB yaitu 10/00 (satu per mil) per hari dengan denda maksimal 6?ri harga binder, apabila pihak kedua telah membayar lunas semua kewajiban pembayarannya sesuai dengan apa yang telah tertulis dalam perjanjian tetapi pihak pertama tidak dapat menyerahkannya pada tanggal penyerahan (wanprestasi). Pihak pertama yaitu developer tidak melakukan serah terima Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA yang di perjanjiakan di No. Unit 9 (Sembilan) lantai 5 (lima) dengan type 2BR pada waktu yang telah diperjanjikan bahkan setelah toleransi 6 (enam) bulan, dan tidak membayar denda atas keterlambatan sesuai yang tertulis di PPJB yaitu sebesar 1 0/00 (satu per mil) per hari dengan maksimal denda sebesar 6% pertahun kepada pembeli (konsumen) sesuai kwitansi atau tanda pelunasan sebesar RP. 790.000.000,- (tujuh ratus Sembilan puluh juta rupiah) X 6% (enam persen) = Rp. 47.400.000,- (empat puluh tujuh juta empat ratus ribu rupiah) X 6 tahun maka kewajiaban bunga bank yang dibayar oleh PT. BANUA ANUGRAH SEJAHTERA kepada pemebeli (konsumen) adalah sebesar Rp.284.400.000,- (dua ratus delapan puluh empat juta empat ratus ribu rupiah) dari harga pengikatan kepada (pembeli) konsumen bahkan yang di serahkannya No. Unit 12 (dua belas) lantai 18 type 2BR. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa developer Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA tidak memenuhi tanggung jawabnya sama sekali kepada konsumen. Atau dengan kata lain developer Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA tidak bertanggungjawab atas terjadinya perubahan letak unit apartemen tersebut. 2. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Hal Perubahan Letak Unit Yang Diserahkan Dalam Pembelian Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA (PT. Banua Anugrah Sejahtera) Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menentukan bahwa konsumen berhak atas rasa aman, tenteram, dan nyaman selama mengkonsumsi atau menggunakan barang atau jasa. Pembeli juga memiliki hak istimewa untuk memilih produk dan juga manfaat dan memperolehnya sesuai kesepakatan dan mendapatkan informasi yang sah, jelas dan benar sehubungan dengan keadaan dan sertifikasi barang dagangan atau manfaat potensial. Pembeli juga memiliki pilihan untuk mengajukan keluhan tentang produk serta layanan yang dijamin, untuk mendapatkan keamanan, dukungan, dan upaya penyelesaian yang sesuai. diperlakukan secara adil dan tidak mengalami diskriminasi dari penjual. Hak konsumen atas kompensasi, ganti rugi, atau penggantian dalam hal terjadi perselisihan juga diatur dalam pasal ini. Sesuai dengan tujuan perlindungan konsumen yaitu untuk mengangkat harkat dan martabat konsumen, maka hak-hak konsumen tersebut di atas berguna untuk melindungi kepentingan konsumen. Pelanggan yang sangat menyadari keistimewaan mereka dan penghibur bisnis memicu peringatan tentang aktivitas apa yang dilarang berdasarkan Undang-Undang Keamanan Pembeli sehingga mereka tidak menyalahgunakan kebebasan pembelanja. Menurut Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, adanya hak konsumen mengandung kewajiban bagi pelaku usaha, yaitu sebagai berikut: Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen mengatur tanggung jawab pengembang atau pelaku usaha. Bahwa pelaku usaha (pengembang) harus bertindak jujur dalam menjalankan usahanya dan memberikan informasi yang akurat, lugas, dan benar tentang jaminan dan kondisi barang dan/atau jasa, serta penjelasan tentang cara penggunaan, pemeliharaan, dan perbaikan mereka. Berikan kesempatan kepada pelanggan (pembeli) untuk mencoba dan menguji produk dan layanan ini, dukung mereka dengan jaminan, dan pastikan mereka mematuhi standar kualitas yang ada. Selain itu, pasal ini juga mengatur bahwa pelaku usaha (pengembang) wajib memberikan kompensasi, kompensasi, atau penggantian kepada pelanggan (pembeli) apabila barang atau jasa yang diterima atau digunakan tidak sesuai dengan perjanjian dan wajib melayani pelanggan (pembeli) secara jujur dan benar. tanpa diskriminasi. Dalam membeli barang atau jasa, termasuk apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA, yang memiliki harga tinggi tetapi juga bernilai ekonomi tinggi, perlindungan konsumen harus dipenuhi. Padahal, sudah ada perlindungan konsumen dalam jual beli Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA karena pengembang dan pembeli memiliki Perjanjian Jual Beli (PPJB). Perjanjian jual beli membuat transaksi antara pengembang dan pembeli menjadi sah. Sebagai bukti nyata bahwa pembeli berhak menerima barang atau jasa sesuai dengan syarat-syarat yang diatur dalam perjanjian, maka perjanjian jual beli mempunyai kekuatan hukum. Sebagai bukti sah atas pembelian barang atau jasa, PPJB dapat digunakan konsumen untuk menggugat penjual jika penjual lalai menegakkan hak-hak konsumennya atau melanggar syarat-syarat perjanjian. Akibatnya, konsumen meminta penjelasan terlebih dahulu kepada penjual tentang segala sesuatu yang ingin diketahuinya sebelum merundingkan perjanjian jual beli sebagai tanda persetujuan atau persetujuan atas hal-hal yang diatur dalam perjanjian, khususnya mengenai syarat-syarat barang. harga, dan sanksi atau denda baik dari penjual maupun pembeli. jika perbuatan itu dianggap sebagai perjanjian, atau pembeli. Menurut Pasal 7 ayat 2, penjual (developer) wajib memberikan informasi yang jujur, jelas, dan akurat mengenai jaminan dan kondisi barang dan/atau jasa serta penjelasan mengenai perbaikan, perbaikan, dan penggunaan. Hak ini merupakan hak konsumen dan kewajiban penjual. Bahwa ketentuan dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun “Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA” Tanggal 09 Maret 2013 Nomor : Spr/Xi/2013.027 pasal 2 ayat 2.1 yang ada didalam perjanjian antara CONDOTEL THE GRAND BANUA dengan konsumen menyebutkan: 2.1. pihak pertama dengan ini berjanji dan mengikatkan diri sekarang untuk nanti pada waktunya apabila seluruh hal yang diisyaratkan oleh undang-undang perjanjian ini telah dipenuhi, menjual dan menyerahkan kepada pihak kedua yang dengan ini berjanji dan mengikatkan diri untuk nanti pada waktunya membeli dan menerima penyerahan dari pihak pertama atas kesatuan atas rumah susun sesuai dengan perletaannya: - Lantai : 05 (lima). - Unit : 09 (sembilan). - Type : 2BR. - Luas : 58,8 M2 (lima puluh delapan koma delapan). Termasuk hak-hak yang melekat padanya, yaitu hak atas bagian Bersama, Benda Bersama dan Tanah Bersama beserta segala sesuatu yang berada diatasnya. Sesuai dengan pasal 2 ayat (2.1) PPJB di atas yang menyebutkan posisi apartemen di CONDOTEL THE GRAND BANUA pada lantai 05 (lima) Unit 09 (Sembilan) dengan Type 2 Br seluas 58,8 M2 (lima puluh delapan koma delapan) pada faktanya bahwa apartemen milik Pihak Kedua atau Pembeli (Konsumen) telah berpindah posisi tanpa persetujuan pihak kedua atau Pembeli (Konsumen) kemudian merubah menjadi Lantai 18 (delapan belas) Unit 12 (dua belas) tanpa melalui Perubahan dan Addendum dalam bentuk tertulis dan ditandatangani para pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut dan kemudian terakhir menjadi menjadi Lantai 21 (dua puluh satu) Unit 12 (dua belas) Type 2BR. Bahwa ditemukan Surat Notulensi Pertemuan dihadapan Notaris Neddy Farmanto, S.H. pada tanggal 31 Januari 2020 yang berisi permintaan pengembalian uang pembelian 1 (satu) unit apartemen THE GRAND BANUA yang berada di lantai 21 Unit No. 12 oleh Pembeli (Konsumen) yang seharusnya dijawab pada tanggal 15 Februari 2020 namun tidak ditemukan bukti bahwa adanya jawaban atas permintaan oleh Pembeli (Konsumen). Berdasarkan keterangan ahli pada kesimpulan milik Penasehat Hukum Pembeli (Konsumen) menerangkan, sebagai berikut: ? Bahwa Ahli berpendapat, tentang adanya perubahan kavling dari kavling satu ke kavling lainnya tanpa adanya pemberitahuan terlebih dahulu kepada pembeli jika dilihat dalam asas hukum perjanjan dimana dalam Pasal 1338 ayat (1) tentang kebebasan berkontrak yakni “bahwa perjanjian yang dibuat secara sah itu berlaku dengan undang-undang bagi orang-orang yang membuatnya” berarti syarat sah sebuah perjanjian yang dibuat berlaku bagi para pihak sebagaimana berlakunya sebuah undang-undang. Sedangkan dalam pasal 1338 ayat (2) “bahwa perjanjian tersebut tidak dapat ditarik kembali tanpa adanya kesepakatan para pihak”, maka menurut ahli jika ingin mengubah kavling kembali haruslah dibuat sebuah kesepakan baru yang dinamakan adendum, jika tidak berarti ada pengubahan objek karena ini terkait dengan unsur objektif, jika unsur objektif tidak terpenuhi maka akan batal demi hukum; ? bahwa ahli berpendapat, bentuk-bentuk wanprestasi ada 4 (empat) yakni pertama, tidak dituliskan di dalam perjanjian sama sekali, kedua, mempunyai perjanjian tetapi tidak sebagaimana mestinya, ketiga, terlambat memenuhi prestasi, keempat, keliru memenuhi prestasi. Ahli juga menilai bahwa terhadap kasus ini masuk ke dalam bentuk wanprestasi yang kedua, yaitu memenuhi prestasi namun tidak sebagaimana mestinya, yaitu seharusnya penyerahan objek disertai dengan penyerahan yuridis berupa penyerahan sertifikat; Bahwa dengan isi perjanjian, keterangan ahli dan realita terhadap fakta yang diketahui bahwa memang benar dan telah terbukti terjadinya pemindahan apartemen tanpa sepengatahuan oleh Pembeli (Konsumen) maka apabila ada perubahan objek dari objek yang diperjanjikan seharusnya para pihak membuat addendum nya, sehingga para pihak berpegangan dengan addendum tersebut. Jika tidak ada addendum, sementara Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dibuat dalam akta para penetap yakni waarmeking maka PPJB yang menjadi pegangan jika ada salah satu pihak yang keberatan dengan adanya perubahan letak objek dalam perjanjian tersebut tidak dicantumkan secara tertulis. Bahwa pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun “Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA” Tanggal 09 Maret 2013 Nomor: Spr/Xi/2013.027 tercantum dalam pasal/ Berdasarkan pasal yang disebutkan diatas dan realita yang terjadi bahwa tidak ada surat yang dibuat secara tertulis dan lengkap ditandatangani oleh para pihak atas perubahan letak objek sengketa berupa Rumah Susun di Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA milik Pihak Kedua atau Pembeli (Konsumen) sehingga dengan ini Pihak Pertama atau Penjual yakni Developer telah melakukan perbuatan Wanprestasi atau Ingkar Janji terhadap Pihak Kedua atau Pembeli (Konsumen). Bahwa yang menjadi fokus penulis adalah telah diketahui adanya pembayaran Rumah Susun di Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA milik Pihak Kedua atau Pembeli (Konsumen) yang telah lunas pada tanggal 09 Maret 2015 dan Surat Pernyataan Telah Lunas di dalamnya tertulis bahwa letak objek berada di Lantai 18 (delapan belas) No. Unit 12 (dua belas) dengan Type 2BR yang seharusnya sesuai dengan isi Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) letak objek berada di Lantai 5 (lima) No. Unit 9 (Sembilan) dengan Type 2BR kemudian terakhir menjadi menjadi Lantai 21 (dua puluh satu) Unit 12 (dua belas) Type 2BR. Pada Faktanya Pembeli (Konsumen) mendapatkan Surat Pernyataan Telah Lunas pada tanggal 9 maret 2015 yang mana objek didalam surat tersebut menyebutkan bahwa letak Objek Apartemen berada di lantai 18 (delapan belas) No. 12 (dua belas) dengan Type 2 BR padahal semula objek apartemen yang telah di sepakati sesuai didalam PPJB dan Pembeli (Konsumen) berada di lantai Lantai 5 (lima) No. Unit 9 (Sembilan) dengan Type 2BR. Bahwa Pembeli (Konsumen) baru mengetahui adanya perubahan tersebut yang mana sebelum surat tersebut diberikan tidak ada pemberitahuan bentuk surat maupun lisan yang telah diterima oleh Pembeli (Konsumen), dan pembeli (konsumen) juga mempunyai hak-hak yang diatur pada pasal 4 ayat 2 dan ayat 3 undang-undang perlindungan Konsumen sebagia berikut: 2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan 3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa Dan merugikan konsumen yang dijelaskan pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen Bab IV Tanggung Jawab Pelaku Usaha pasal 19 ayat (1). Hak-hak yang dialami oleh pembeli (komsumen) dialami tidak dilaksanakan, sepatutnya ada itikad baik dari pihak developer Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA atau Penjual, dan Kerugian yang dialami oleh Pembeli (Konsumen) tidak lain karena adanya Tindakan oleh developer Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA atau Penjual yang membuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dibuat dalam akta para penetap yakni waarmeking dan bukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat di hadapan notaris sebagai akta otentik yang berkekuatan hukum sehingga jika ada perubahan di dalam PPJB tersebut harus diketahui dan disaksikan oleh Notaris. Sementara pada faktanya perubahan objek apartemen diberitahukan hanya pada saat pelunasan melalui Surat Pernyataan Pelunasan tanggal 9 Maret 2015 oleh Pembeli (Konsumen) yang mana sebelum surat itu terbit tidak ada pemberitahuan secara tertulis maupun lisan kepada Pembeli (Konsumen) bahwa ada perubahan dan didalam surat tersebut mencantumkan tanda tangan Finance Staff selaku pembuat surat dan disetujui oleh Supervisor Finance yang kesemuanya adalah Karyawan PT. ANUGERAH BANUA SEJAHTERA selaku developer Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA namun tidak ada mencantumkan tandatangan pembeli (Konsumen) sebagai bukti mengetahui atas perubahan letak objek apartemen tersebut. Bahwa kemudian diketahui adanya perubahan lagi terhadap objek apartemen yang terakhir berada di lantai 21 No. Unit 12 yang mana tertulis dalam Surat Notulensi Pertemuan dihadapan Notaris Neddy Farmanto, S.H. pada tanggal 31 Januari 2020. Bahwa dalam surat tersebut berisi permintaan pengembalian uang pembelian 1 (satu) unit apartemen THE GRAND BANUA yang berada di lantai 21 unit No. 12 oleh Pembeli (Konsumen) sebagai bentuk ganti rugi yang telah dialami oleh pembeli karena kelalaian dari pihak developer THE GRAND BANUA. Penulis berpendapat bahwa permintaan ganti kerugian dari Pembeli (Konsumen) akibat dari kelalaian atas tindakan oleh developer Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA yang memindah objek PPJB tanpa pemberitahuan dan persetujuan yang pada akhirnya dengan adanya Notulensi tidak adanya penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang seharusnya dimiliki oleh Pembeli (Konsumen) yang telah menunaikan kewajibannya dengan membayar lunas objek PPJB yang telah disebutkan membuat Pembeli (Konsumen) bingung atas objek yang dimilikinya karena ketidak jelasan atas informasi kepemilikan atas objek tersebut, dengan fakta seperti ini jelas bahwa hak Pembeli (Konsumen) yang tidak terpenuhi dan dilanggar sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No, 8 Tahun 1998 Tentang Perlindungan Kosumen Pasal 4 huruf b berbunyi “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai konsidi dan jaminan barang dan/atau jasa” dan huruf d berbunyi “hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;” Penulis berpendapat bahwa developer telah melakukan Wanprestasi dan menghindari untuk melakukan ganti rugi atas kelalaiannya yang disebabkannya, hal ini berkesesuaian dengan Pasal 1238 KUHPerdata yang menyatakan, “Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan” hal ini juga bersesuaian konsumen (pembeli) dengan pasal 1267 KUHPerdata “pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hak itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi perjanjian, ataukah ia akan menuntut pembatalan perjanjian, disertai penggantian biaya kerugian dan bunga” bahwa pembeli (konsumen) dapat menuntut ke pengadilan atas pembatalan tersebut. Dengan semua denda, kerugian, dan bunga dibebankan kepada pihak yang tidak memenuhi kewajibannya. membatalkan perjanjian Sehingga penulis berpendapat apabila developer tidak dapat melakukan isi perjanjian tersebut maka developer harus membayarkan denda keterlambatan dan ganti rugi yaitu sebesar 1/%0 (satu per mil) per hari dengan maksimal denda sebesar 6% pertahun kepada pembeli (konsumen) sesuai kwitansi atau tanda pelunasan sebesar RP. 790.000.000,- (tujuh ratus Sembilan puluh juta rupiah) X 6% (enam persen) = Rp. 47.400.000,- (empat puluh tujuh juta empat ratus ribu rupiah) X 6 tahun maka kewajiaban bunga bank yang dibayar oleh PT. BANUA ANUGRAH SEJAHTERA kepada pemebeli (konsumen) adalah sebesar Rp.284.400.000,- (dua ratus delapan puluh empat juta empat ratus ribu rupiah) dari harga pengikatan. F. Penutup a. Kesimpulan 1. Kewajiban dealer (engineer) CONDOTEL THE Amazing BANUA Loft, khususnya PT. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 5 PPJB No. BANUA ANUGRAH SEJAHTERA (pengembang) kepada pembeli atau konsumen. Menurut SPR/XI/2013/027, pengembang wajib melakukan penyerahan fisik pada tanggal penyerahan dengan toleransi paling lama enam (enam) bulan. Dalam hal pengembang tidak dapat melakukan serah terima, maka pengembang wajib membayar denda keterlambatan sebesar satu sen per mil per hari, dengan denda paling banyak enam persen per tahun kepada pembeli (konsumen), sesuai kuitansi.Bahwa penulis melihat Apartemen CONDOTEL THE GRAND BANUA PT. BANUA ANUGRAH SEJAHTERA selaku (developer) dengan konsumen selaku (pembeli) tidak melakukan adanya itikad baik dari developer itu sendiri, padahal sudah di atur dalam pasal 1338 KUHPerdata ayat (3) semestinya yang menyebutkan bahwa “ suata perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik” penulis menilai bahwa terhadap Analisa kasus ini masuk ke dalam bentuk wanprestasi yang kedua, yaitu karena memenuhi prestasi namun tidak sebagaimana mestinya, yaitu seharusnya penyerahan objek disertai dengan penyerahan yuridis berupa penyerahan sertifikat. 2. Perlindungan konsumen yang mengalami kerugian terhadap Apartemen CONDOTEL GRAND BANUA (developer), yang membuat perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) dibuat dalam akta para penetap yakni waarmeking dan bukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat di hadapan notaris sebagai akta otentik yang berkekuatan hukum sehingga jika ada perubahan di dalam PPJB tersebut harus diketahui dan disaksikan oleh Notaris. Namun demikian PPJB dapat digunakan sebagai dasar bagi konsumen untuk mengajukan guguatan ke pengadilan sebagai upaya mendapat perlindungan hukum formil dan materiil. Akibat hukum yang timbul karena PT. BANUA ANUGRAH SEJAHTERA Wanprestasi berupa ganti rugi berdasarkan Pasal 1243 KUHPerdata. Bahwa kosumen harus menuntut ganti rugi terhadap konsumen yang dijelaskan pada Undang-undang Perlindungan Konsumen Bab IV Tanggung Jawab Pelaku Usaha pasal 19 ayat (1), dan menggugat developer dengan dasar wanpresatsi. serta dengan adanya pelanggaran ini bahwa hak-hak milik Pembeli (Konsumen) yang tercantum dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1998 tentanng Perlindungan Konsumen Pasal 4 ayat 2 dan ayat 3. b. Saran 1. Menurut PPJB, pengembang harus bertanggung jawab untuk menegakkan hak-hak konsumen dan memberikan informasi yang akurat, jujur, dan jelas kepada konsumen. Pengembang harus terlebih dahulu melalui proses addendum sebelum melakukan perubahan lokasi unit rumah susun, sebagaimana ditentukan dalam perjanjian atau ketentuan. Selain itu, penetapan hak dan kewajiban Developer dalam PPJB harus seimbang, bukan kesepakatan sepihak yang hanya menguntungkan satu pihak. Agar konsumen tidak merasa dirugikan atau tertipu dengan perjanjian tersebut, pengembang juga harus memenuhi semua syarat perjanjian, seperti menyerahkan apartemen kepada pembeli tepat waktu. 2. Akibatnya, konsumen yang cenderung membeli legal akan lebih cenderung melakukannya daripada mereka yang tidak. Ini karena konsumen yang cenderung membeli legal akan lebih cenderung melakukannya daripada mereka yang tidak. Akibatnya, selama periode ini, anggota masyarakat yang hidup dalam hukum mengkhawatirkan tingkat kemiskinan dan ketimpangan tertentu. Selain itu, karyawan diwajibkan untuk melaksanakan pekerjaan berdasarkan cetak biru dan satu atau lebih persyaratan yang diberikan oleh pengembang untuk melakukan proses pengadaan rumah susun. Selain itu, diharapkan konsumen dapat mengakses error yang telah diunduh hingga batas waktu Pasal 19 UUPK. Konsumen dapat menggunakan informasi ini untuk lebih memahami produk dan nilainya bagi perusahaan jika mereka tidak mengetahui nilai produk bagi pengguna atau pengembang. Selain itu, masyarakat umum melakukan penelitian sistematis atas nama masyarakat umum mengenai konsumsi barang dan jasa, memastikan tercapainya hasil yang optimal.
dc.title TANGGUNG JAWAB DEVELOPER TERHADAP KONSUMEN ATAS PENYERAHAN UNIT APARTEMEN CONDOTEL THE GRAND BANUA (PT. BANUA ANUGRAH SEJAHTERA) BERDASARKAN PERJANJIAN JUAL BELI


Files in this item

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record

Search DSpace


Browse

My Account