dc.description.abstract |
Peneliti dalam penelitian ini mencari tahu bagaimana pelaku usaha ( dapat dikatakan juga dalam penelitian ini sebagai pemilik restoran) menangani insiden keracunan makanan, dan bagaimana menangani masalah ketika pemilik restoran tidak memberikan kompensasi kepada konsumen yang mengalami keracunan makanan di sebuah restoran. Berdasarkan penelitian hukum normatif, penelitian ini menganalisis peraturan perundang-undangan perlindungan konsumen yang masing-masing menggunakan dokumen hukum primer, sekunder, dan tersier untuk mengkaji aspek normatif dari peraturan perundang-undangan tersebut. Menurut hasil penelitian skripsi ini menerangkan bahwa : Pertama, penelitian ini menunjukkan bahwa tata cara pemberian ganti rugi dapat didasarkan pada Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang mengatur bahwa jangka waktu pelaksanaan pemberian ganti kerugian sebagai sarana bagi pemilik restoran untuk mengambil tanggung jawab dilaksanakan. karena Pasal 19 tidak dimaksudkan untuk diajukan ke pengadilan melalui proses pembuktian terlebih dahulu, dalam waktu tujuh hari sejak tanggal transaksi dapat diputuskan bahwa tanggung jawab itu absolut, artinya tanpa kesalahan. Kedua, konsumen korban keracunan makanan dapat segera menuntut ganti rugi dari pemilik restoran berdasarkan aturan ini dan harus diberi ganti rugi sesegera mungkin oleh pemilik restoran, sesuai undang-undang ini. Pasal 23 Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengatur bahwa konsumen dapat menggugat pemilik restoran yang tidak menjalankan kewajiban ganti rugi melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen apabila bertemu dengan pelaku usaha tersebut. Jika resolusi BPSK gagal untuk menyelesaikan konflik, itu masih dapat dibawa ke pengadilan setempat untuk penyelesaian. Pemilik Restoran harus memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang yang diperdagangkan tidak sesuai dengan yang dijanjikan. |
|