Repo Mhs ULM

TRADISI PERKAWINAN MASYARAKAT BUGIS (STUDI KASUS TENTANG ”SARAPO”) DI DUSUN SUDIMAMPIR, DESA KARAMIAN KECAMATAN MASALEMBU KABUPATEN SUMENEP PROVINSI JAWA TIMUR

Show simple item record

dc.contributor.author Ahmad Muzakar
dc.date.accessioned 2023-02-23T15:45:13Z
dc.date.available 2023-02-23T15:45:13Z
dc.identifier.uri https://repo-mhs.ulm.ac.id//handle/123456789/37300
dc.description.abstract Ahmad Muzakar, 2022. Tradisi Perkawinan Masyarakat Bugis (Studi Kasus Tentang ”Sarapo”) Di Dusun Sudimampir, Desa Karamian Kecamatan Masalembu Kabupaten Sumenep Provinsi Jawa Timur. Skripsi Program Studi Pendidikan Sosiologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lambung Mangkurat. Pembimbing (I) Syahlan Mattiro, (II) Laila Azkia. Kata Kunci: Perkawinan, Tradisi, Makna, Norma, dan Sarapo Tradisi perkawinan masyarakat Bugis salah satunya ialah sarapo yang belokasi di Desa Karamian Kecamatan Masalembu Kabupaten Sumenep. Penelitian bertujuan (1) mengetahui makna sarapo (2) mengetahui norma yang berlaku terkait sarapo pada masyarakat Bugis di Dusun Sudimampir Desa Karamian Kecamatan Masalembu Kabupaten Sumenep Provinsi Jawa Timur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Sumber data yang dipilih purposive sampling dan informan dalam peneliti ini berjumlah 7 orang yaitu Bapak Amri, Bapak Hasbih, Bapak Abdurrahman, Ibu Hawang, Ibu Musdalifah, Ibu Risnawati, dan Ibu Ruqiyah. Teknik pengambilan data yang digunakan yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi yang dilakukan pada 30 September 2020. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah reduksi data, penyajian, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menemukan bahwa (1) terdapat 3 makna sarapo, yaitu: a) menjaga hubungan dalam masyarakat, artinya kita hidup tidak bisa tanpa orang lain dengan hal ini agar hubungan kekeluargaan atau masyarakat tetap terjaga. b) menghormati para tamu, artinya dengan adanya sarapo tersebut tidak ada lagi pembedaan dalam masyarakat. c) simbol perkawinan, dalam artian bahwa masyarakat yang melihat sarapo sudah tau bahwa beberapa hari kedepan akan ada kegiatan perkawinan dalam beberapa hari kedepan. (2) norma yang berlaku pada sarapo terdapat 2 yaitu: a) menyembelih hewan, artinya adalah ketika sebelum membangun sarapo, masyarakat harus terlebih dahulu menyembelih hewan dengan maksud kegiatan semua perkawinan ini terutama sarapo diberi kelancaran dan tidak ada kendala. b) dilarang melintas, apabila melanggara maka kesehatan tergangu bahkan kesialan serta berdampak pada kematian anak. Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan bagi tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, serta masyarakat harus bekerja sama untuk memberikan nasehat yang sesuai dan menjaga kelestarian tradisi ini. Bagi masyarakat yang menjadi pemilik asli tradisi agar tradisi ini dipertahankan dan tidak mengalami perubahan. Diharapkan generasi penerus dapat lebih meningkatkan dan menjaga tradisi ini serta merupakan basis untuk dapat mengarahkan sistem kemasyarakatan dimasa-masa yang akan datang. Menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutya dengan masalah yang terkait tradisi perkawinan pada masyarakat bugis di daerah lain.
dc.title TRADISI PERKAWINAN MASYARAKAT BUGIS (STUDI KASUS TENTANG ”SARAPO”) DI DUSUN SUDIMAMPIR, DESA KARAMIAN KECAMATAN MASALEMBU KABUPATEN SUMENEP PROVINSI JAWA TIMUR


Files in this item

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record

Search DSpace


Browse

My Account