Abstract:
Tesis ini secara sederhana menggambarkan bagaimana penegakkan pelanggaran administrasi calon kepala daerah yang berimplikasi pada diskualifikasi/pembatalan sebagai peserta Pemilihan. Hal ini disoroti penulis pada penyelenggaraan Pilkada Tahun 2020 dengan bersandar pada amanah konstitusi Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Pemilu dilaksanakan secara luber jurdil serta konsep electoral justice yang dikemukakan oleh The International IDEA yang meliputi : jaminan atas prosedur dan keputusan dalam proses pemilu sejalan dengan kerangka hukum yang ada dan tersedianya mekanisme hukum untuk menyelesaikan pelanggaran-pelanggaran hak pilih dan dipilih. Berdasarkan hasil penelitian tersebut adalah : Pertama, Pengaturan penegakkan pelanggaran administrasi dalam UU Pilkada yang berimplikasi pada diskualifikasi/pembatalan calon kepala daerah sebagai peserta Pemilihan masih memiliki problematika serius, pertama : UU Pilkada memberikan kewenangan penanganan pelanggaran administrasi pada 2 (dua) lembaga penyelenggara Pemilu sekaligus yakni Bawaslu dan KPU sehingga menimbulkan duplikasi kewenangan dan berdampak pada ketidakpastian hukum soal lembaga mana yang berwenang dalam menangani pelanggaran Pemilihan, Kedua, elama penyelenggaraan Pilkada 2020 penulis menemukan presentasi yang cukup tinggi terhadap disparitas antara rekomendasi Bawaslu dengan tindak lanjut KPU atas pelanggaran administrasi, dan Ketiga, UU Pilkada tidak menyediakan mekanisme upaya hukum lanjutan/keberatan atas sanksi diskualifikasi yang dijatuhkan oleh penyelenggara Pemilu kepada peserta Pemilihan. Sehingga penulis berkesimpulan UU Pilkada masih belum cukup mumpuni menjamin keadilan dan kepastian pemilu bagi peserta maupun penyelenggara Pemilu. Atas problematika tersebut maka penulis menawarkan alternatif desain penegakkan pelanggaran administrasi diberikan kepada Bawaslu (diterima, diperiksa, dan diputus) dalam agenda persidangan ajudikasi (quasi judicial), hal ini sebagaimana yang telah tergambar dalam UU Pemilu. Adapun jika keberatan atas putusan Bawaslu maka dapat dilakukan upaya hukum ke lingkup badan peradilan yakni Mahkamah Agung yang putusannya final dan mengikat.