Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna filosofis dari musyawarah dalam hukum Islam dan hukum negara sebagai sistem daripada pemerintahan, sebagaimana tertuang dalam pasal 18 Undang – undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945 sebelum amandemen dan mencari implikasi setelah perubahan pasal tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Yuridis Normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang mengkaji persoalan hukum dari sudut pandang ilmu hukum secara mendalam terhadap norma hukum yang dibentuk. Hasil dari penelitian menjelaskan bahwa Musyawarah adalah perintah agama, ada 3 (tiga) ayat dalam Al – Qur’an yang memuat secara langsung tentang perintah untuk bermusyawarah yakni: Pertama, Q.S. Al- Baqoroh/2: 233 yang mengisyaratkan tentang musyawarah dalam berkeluarga. Kedua, Q.S. Ali Imron/3: 159 pada ayat ini Allah SWT memberikan bimbingan kepada Nabi Muhammad SAW tentang bagaimana menghadapi umat. Ketiga, Q.S. asy - Syûro/42: 38 di ayat ini apabila umat Islam sudah terbiasa bermusyawarah dalam keluarga kemudian musyawarah ditengah masyarakat sampai berbangsa dan bernegara. Maka akhirnya, musyawarah akan menjadi identitas umat Islam dan orang beriman. Adapun dalam perspektif Negara hukum, musyawarah sudah tercantum sebagai dasar Negara yaitu dalam Pancasila yakni sila ke- IV yang berbunyi “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan /Perwakilan” dan didalam batang tubuh UUD NRI 1945 sudah tercantum pula pada pasal 18 sebelum amandemen. Adapun diantara implikasi terhadap perubahan pasal 18 UUD NRI 1945. Pertama, semula otonomi bersifat sentralisasi berubah menjadi desentralisasi. Kedua, dalam hal mekanisme pengangkatan kepala daerah yang semula berpusat ke Presiden dan Menterinya melalui usulan DPRD kini menjadi pemilihan secara langsung.