Repo Mhs ULM

PELECEHAN SEKSUAL MELALUI DUNIA VIRTUAL METAVERSE DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF INDONESIA

Show simple item record

dc.contributor.author Muhammad Faridz Sidqi
dc.date.accessioned 2023-06-08T14:22:18Z
dc.date.available 2023-06-08T14:22:18Z
dc.identifier.uri https://repo-mhs.ulm.ac.id//handle/123456789/38500
dc.description.abstract Tujuan dari penelitan ini yaitu untuk mengetahui sosok avatar yang menggambarkan diri pemain di metaverse itu dapat jadi subyek hukum pidana dan mengetahui apakah ketentuan di dalam UU ITE dapat menjerat pelaku pelecehan seksual pada Virtual Metaverse. berdasarkan hasil pembahasan dari skripsi ini memaparkan bahwa, dibahas mengenai pelecehan seksual yang terjadi dalam dunia virtual metaverse dan perspektif hukum positif Indonesia terkait hal tersebut. Karakter yang merepresentasikan diri pemain di dalam dunia virtual Metaverse dapat dijadikan subyek hukum apabila direpresentasikan sedemikian rupa sebagai dirinya sendiri tanpa merubah jenis kelamin dan tidak menjadi binatang didalam dunia virtual metaverse tersebut. Tetapi individu yang mengendalikan avatar tetap bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan melalui avatar tersebut. Dalam hal penggunaan avatar yang merepresentasikan dirinya sebagai hewan atau objek lain, hal ini tetap berlaku. Sehingga, jika pengguna avatar yang merepresentasikan dirinya sebagai hewan atau objek melakukan tindakan yang melanggar hukum, pengguna tersebut masih dapat dikenai sanksi hukum di dunia nyata. Namun, meskipun kasus-kasus pelecehan seksual ini terjadi dalam dunia virtual, tetap saja dapat dikategorikan sebagai tindakan kejahatan yang harus diproses secara hukum. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama antara pihak platform metaverse dengan pihak berwenang untuk meningkatkan keamanan dan pengawasan, serta adanya regulasi yang jelas dan efektif untuk menangani kasus pelecehan seksual dalam dunia virtual metaverse. Di Indonesia, meskipun belum ada regulasi yang khusus mengatur tentang hal ini, namun tindakan pelecehan seksual dalam dunia virtual metaverse dapat dijerat dengan undang-undang yang ada, seperti Undang Undang Nomor 16 tahun 2016 perubahan atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Infromasi dan Transaksi Eletronik pasal 45 ayat 5 dan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksuial pasal 5. Selain itu, perlu juga peningkatan kesadaran masyarakat akan bahaya pelecehan seksual di dunia virtual metaverse dan pentingnya melaporkan tindakan tersebut kepada pihak berwenang. Kata kunci : Pelecehan seksual, Metaverse, Realitas Virtual
dc.title PELECEHAN SEKSUAL MELALUI DUNIA VIRTUAL METAVERSE DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF INDONESIA


Files in this item

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record

Search DSpace


Browse

My Account