dc.description.abstract |
Pengangguran merupakan suatu permasalahan yang serius di kota Banjarmasin. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Banjarmasin, angka pengangguran terbuka di kota Banjarmasin terhitung sejak tahun 2019 hingga 2021 meningkat 0,78%, salah satunya diakibatkan oleh pandemi COVID-19. Hal ini, membuat masyarakat harus beradaptasi agar tetap dapat memenuhi tuntutan hidup. Salah satu pekerjaan yang menjadi pilihan masyarakat kota Banjarmasin ialah bekerja sebagai badut jalanan. Di Kota Banjarmasin sendiri konsep yang digunakan oleh badut jalanan sudah mulai keluar dari kriteria badut itu sendiri, yang mana bahwa badut merupakan tokoh penghibur dengan menampilkan koreografi menarik, lucu, hingga menggemaskan dan sekarang menjadi badut yang hanya duduk sambil menampilkan mimik muka yang mengharap belas kasihan dari orang lain.
Penelitian ini mempunyai 2 rumusan masalah, pertama apa yang melatar belakangi individu tersebut memilih menjadi badut jalanan dan bagaimana pemaknaan yang diberikan oleh masyarakat melihat kontrdiksi dari praktik badut jalanan yang sudah keluar pada konteks badut umumnya. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui latar belakang seseorang memilih sebagai badut jalanan serta pemaknaan yang diberikan terhadap kemunculan dari badut jalanan. Dalam analisisnya peneliti menggunakan teori Max Weber, yaitu Tindakan Sosial dan Verstehen serta teori Hierarki Kebutuhan dari Abraham Maslow. Penelitian ini menggunakan pedekatan kualitatif dengan jenis penelitian fenomenologi.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa badut jalanan merupakan pekerjaan yang dipilih oleh sebagian masyarakat Kota Banjarmasin. Hal ini dilatar belakangi demi memenuhi dasar kebutuhan hidup mereka. Selain itu, kemunculan dari badut jalanan ini banyak menimbulkan pemaknaan dimata masyarakat, ada yang menilai kemunculannya tersebut positif maupun negatif.
Kata kunci: Badut Jalanan, Kontradiksi, Kostum Karakter |
|