dc.description.abstract |
ABSTRAK
Kata Kunci : Perkara Perdata, Upaya Hukum Luar Biasa, Peninjauan
Kembali (PK), Keadilan dan Kepastian Hukum
Tujuan dari penelitian tesis ini adalah unuk Untuk mengkaji dan menganalisis perspektif
kepastian hukum keadilan terhadap upaya hukum peninjauan kembali perkara perdata yang
diajukan kedua kal. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang
bersifat preskriptif dengan menggunakan pendekatan Perundang-undangan (Statute
approach), pendekatan konseptual (Conceptual Approach) dan pendekatan kasus (Case
Approach). Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
Pertama : Pengajuan upaya hukum peninajuan kembali lebih dari 1 (satu) kali, baik dalam
perkara perdata maupun perkara pidana, adalah bertentangan dengan undang undang.
Pembatasan PK dalam perkara perdata hanya dapat dilakukan satu kali saja demi adanya
kepastian hukum (rects zekerheids) hakikatnya bersifat formal legalistik dan demi untuk
mencegah maupun agar tidak menjadi berlaru-larutnya setiap perkara karena bagaimanapun
setiap perkara harus ada akhirnya (litis finiri oportet) di satu sisi bersifat positif yaitu demi
adanya keseragaman (uniformitas) dan kesatuan (unifikasi). Akan tetapi, di sisi lainnya
aspek dan dimensi demikian secara substansial dan gradual akan menimbulkan problematika
dari dimensi keadilan berupa "kepastian hukum yang adil" dan "kesetaraan pemberian
kesempatan mengajukan PK kepada para pihak.
Kedua : Pembatasan PK dalam perkara perdata hanya dapat dilakukan satu kali saja demi
adanya kepastian hukum (rects zekerheids) hakikatnya bersifat formal legalistik dan demi
untuk mencegah maupun agar tidak menjadi berlaru-larutnya setiap perkara karena
bagaimanapun setiap perkara harus ada akhirnya (litis finiri oportet) di satu sisi bersifat
positif yaitu demi adanya keseragaman (uniformitas) dan kesatuan (unifikasi). Akan tetapi,
di sisi lainnya aspek dan dimensi demikian secara substansial dan gradual akan
menimbulkan problematika dari dimensi keadilan berupa "kepastian hukum yang adil" dan
"kesetaraan pemberian kesempatan mengajukan PK kepada para pihak”. Pembatasan ini
dirasakan masih sangat minimalis sehingga tidak mampu menahan besarnya keinginan
pencari keadilan untuk meminta keadilan ke pengadilan tertinggi tersebut. Peluang
pengajuan PK lebih dari satu kali yang didasarkan pada tujuan, terciptanya keadilan, juga
telah dimanfaatkan oleh pihak yang kalah untuk menunda pelaksanaan eksekusi putusan
pengadilan. Dengan demikian diperlukan adanya pengaturan pembatasan dalam proses
pengajuan PK, baik pembatasan berupa alasan pengajuannya maupun waktu serta prosedur
pengajuannya dalam ketentuan Hukum Acara Perdata. |
|