dc.description.abstract |
Kayu gelam (Melaleuca cajuputi Powell), juga dikenal sebagai gelam dalam bahasa sehari-hari, merupakan salah satu bahan baku pondasi tradisional yang banyak terdapat di sepanjang lahan basah Kalimantan. Potensi pemanfaatan dan perdagangan kayu gelam di Kota Banjarmasin maupun di Propinsi Kalimantan Selatan cukup besar. Permintaan kayu gelam di Kalimantan sangat besar dan terus menerus. Kayu gelam berperan penting di lahan basah dengan mendukung pembangunan rumah dan infrastruktur lainnya di Indonesia. Tidak hanya digunakan dalam pembangunan rumah panggung lahan basah, tetapi juga dalam produksi papan dan balok untuk interior rumah, serta puing-puing dan sisa-sisa yang digunakan sebagai kayu bakar.
Perilaku pondasi kayu gelam yang digunakan pada tanah rawa gambut Kalimantan Tengah yang telah terpancang selama 10-38 tahun menunjukkan terjadinya perubahan karakteristik kayu gelam yang digunakan. Berkenaan dengan penelitian tersebut, Kota Banjarmasin memiliki jenis tanah yang berbeda yaitu didominasi oleh tanah rawa pasang surut dengan jenis tanah lempung, sehingga kecenderungan perilaku pondasi kayu gelam yang terjadi kemungkinan akan berbeda. Penelitian ini meneliti tentang perilaku sifat fisik, kimia, dan mekanik pondasi kayu gelam dari beberapa lokasi yang berbeda yang dipancangkan pada tanah lunak di lokasi lahan rawa pasang surut Kota Banjarmasin dengan adanya pengaruh durasi terpancang dalam tanah. Penelitian ini juga bertujuan untuk merumuskan pola penggunaan kayu gelam sebagai pondasi dan strategi pemanfaatan kayu gelam sebagai pondasi terutama dilihat dari sisi bidang konstruksi di Kota Banjarmasin.
Pola kayu gelam yang digunakan sebagai pondasi berkisar antara diameter 6 - 15 cm dengan panjang 2 - 9 m untuk konstruksi secara umum panjang 3 - 6 m untuk bangunan sederhana atau rumah 1 lantai, panjang 7 - 10 m untuk bangunan 2 lantai atau bangunan tinggi, dan panjang 3 - 4 m untuk konstruksi jalan. Diameter yang digunakan bervariasi antara 8 - 15 cm. Potensi pemanfaatan kayu gelam sebagai struktur pondasi sangat besar, dimana kebutuhan pondasi perumahan di Banjarmasin berkisar sekitar 30.000 m3 dalam 1 tahun, dan kebutuhan pondasi jalan sekitar 700 m3 dalam 1 tahun, selain digunakan untuk struktur lainnya. Kendala yang mungkin dihadapi terkait potensi pemanfaatan kayu gelam secara berkelanjutan sebagai pondasi adalah sulitnya menemukan panjang lebih dari 4 m hingga 5 m, serta ketersediaannya yang semakin berkurang, dan menuju kepunahan.
Dari keseluruhan hasil pengujian kondisi awal terlihat nilai parameter fisik, kima, dan mekanis ketiga jenis kayu gelam memiliki rata-rata nilai yang tidak jauh berbeda. Nilai kuat tekan sejajar serat kayu gelam Marabahan merupakan yang paling besar dengan nilai 243,654 kg/cm2, sedang yang terkecil adalah kayu gelam Mantangai dengan nilai 208,418 kg/cm2. Nilai kadar air ketiga jenis kayu gelam berada antara rentang 102,886% hingga 116,320%. Nilai pengujian kadar silika kayu gelam Marabahan adalah antara 16% hingga 19%, sedang kadar silika kayu gelam Mantangai adalah antara 7,8% hingga 16%. Untuk sampel kayu gelam Panyipatan kadar silika berada antara 8% hingga 11%, sedang nilai daya dukung tiang tunggal terbesar kondisi awal 0,238 ton dari jenis tiang kayu gelam asal Marabahan.
Perilaku parameter fisik, mekanik, dan kimia kayu gelam dari ketiga lokasi yang berbeda terlihat dari perubahan nilai dalam variasi waktu 0 hari hingga 30 hari. Berdasarkan keseluruhan grafik hubungan parameter fisik, kimia, dan mekanis dengan variasi waktu, maka terlihat bahwa ketinggian muka air pasang surut mempengaruhi beberapa nilai parameter tersebut. Dalam perkiraan jangka panjang, maka kemungkinan tetap akan terjadi fluktuasi nilai parameter fisik, kimia, dan mekanis kayu gelam tersebut mengikuti fluktuasi pasang surut. Secara umum jika melihat parameter daya dukung tiang tunggal dalam fungsinya sebagai pondasi, maka kayu gelam asal Mantangai memberikan hasil pengujian lebih baik dibanding kayu gelam asal Marabahan dan Panyipatan.
Korelasi antar parameter kadar air, berat jenis, kadar silika, kuat tekan sejajar serat, dan daya dukung tiang tunggal kayu gelam dari ketiga lokasi yang berbeda dianalisa berdasarkan koefisien korelasi regresi polinomial. Berdasarkan hasil regresi diperoleh bahwa parameter kuat tekan sejajar serat cenderung memiliki korelasi yang sangat rendah dengan parameter kadar air dan berat jenis, dan berkorelasi rendah dengan kadar silika. Parameter daya dukung ultimit tiang tunggal cenderung memiliki korelasi yang sangat rendah dengan kadar air kayu gelam, berkorelasi sedang dengan berat jenis, dan berkorelasi sangat kuat dengan kadar silika. Parameter kuat tekan sejajar serat dan daya dukung ultimit tiang tunggal sendiri cenderung memiliki korelasi yang sangat rendah.
Hasil analisa SWOT menunjukkan bahwa pemanfaatan kayu gelam saat ini berada pada kondisi yang cukup kuat tetapi menghadapi tantangan yang besar. Oleh sebab itu maka perlu disusun beberapa strategi baru dalam pemanfaatan kayu gelam sebagai pondasi kedepannya. Strategi tersebut yaitu (1) Meningkatkan ketersediaan kayu gelam dengan memanfaatkan lahan-lahan potensial untuk hutan gelam. (2) Pelarangan alih fungsi lahan hutan kayu gelam. (3) Perbaikan regulasi tentang kayu gelam. |
|