dc.description.abstract |
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian skripsi ini adalah untuk mengetahui fungsi Hakim dalam memutuskan suatu perkara tindak pidana korupsi dikatikan dengan PERMA No. 1 Tahun 2020 serta mengetahui konsekuensi jika Hakim tidak memutus suau perkara berdasarkan PERMA No. 1 Tahun 2020.
Menurut hasil dari penelitian skripsi ini menunjukkan bahwa Pertama merujuk pada UU No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Pasal 2 dan 3. Peran hakim sangat penting dalam memutus suatu perkara tindak pidana korupsi. Didalam pasal 2 dan 3 tersbut, masih belum jelas diatur tentang pedoman-pedoman pemidanaan tindak pidana korupsi, dan akhir-akhir ini Mahkamah Agung mengeluarkan PERMA No. 1 Tahun 2020 tentang pedoman pemidanaan pasal 2 dan 3 UU Tindak Pidana Korupsi yang bertujuan agar tidak ada perbedaan dalam penentuan vonis koruptor dan mempermudah hakim dalam mengadil perkara sesuai dengan Pasal 3 PERMA No. 1 Tahun 2020. Kedua, Dalam PERMA No. 1 Tahun 2020 tersebut pada pasal 6 dan 7 mengatur kategori kerugian negara dari kategori yang paling berat sampai yang paling ringan, dan pasal pasal lainnya yang mengatur tentang aspek kesalahan dan peran terdakwa tindak pidana korupsi serta keadaan yang memberatkan serta meringankan terdakwa tindak pidana korupsi. Berdasarkan Pasal 24 UUD 1945, bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pada saat menjalankan tugas serta fungsi nya Hakim wajib menjaga kemandirian peradilan melalui integritas kebebasan dalam memeriksa dan memutus perkara sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat (4) UU No. 48 Tahun 2009. Ketika hakim harus berhadapan dengan PERMA tersebut hakim dihadapkan dengan indepenensi hakim yang ditegaskan dalam UU Kekuasaan Kehakiman.
Kata Kunci : Hakim, PERMA, Tindak Pidana Korupsi |
|