Abstract:
Tujuan penelitian Untuk mengatahui dan memahami Kewenangan komisi Nasional Hak Asasi Manusia Dalam Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan mengkaji bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.Sifat penelitian yang digunakan adalah preskriptif yaitu penelitian dengan pengkajian atas berbagai sumber dalam mengatasi masalah yang berkaitan dengan Kewenangan komisi Nasional Hak Asasi Manusia Dalam Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat.. Tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif yaitu bersifat pemaparan untuk memperoleh gambaran tentang keadaan tertentu, pada saat tertentu, atau mengenai peristiwa hukum tertentu dalam masyarakat. Hasil penelitian ini adalah : Pertama, Undang-Undang Pengadilan HAM itu pernah diajukan permohonan judicial review ke Mahkamah Konstitusi oleh Abilio Jose Osorio Soares, mantan Gubernur Timor Timur pada waktu itu tahun 2004. Asas retroaktif ini dianggap bertentangan dengan asas legalitas yang diatur dalam Pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan juga bertentangan dengan ketentuan konstitusi Pasal 28I ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan agresi, merupakan kejahatan serius yang menjadi musuh seluruh bangsa. Dalam ranah nasional, sedikit sekali pelaku kejahatan ini diadili oleh pengadilan nasional. Halaman ini tidak lepas karena kejahatan tersebut sering kali melibatkan para petinggi Negara atau bahkan famili dari para elit bangsa yang memegang kekuasaan atas Negara tersebut, seperti Peristiwa 1965 dan kasus penembakan misterius 1982-1985, Pelanggaran HAM berat merupakan extra ordinary crime dan berdampak secara luas oleh karena itu asas retroaktif dapat diberlakukan dengan adanya Amandemen Undang-undang dasar 1945 Pasal 28 J ayat (2). Kedua, banyak kasus pelanggaran HAM berat yang terkesan ditutup-tutupi. Sejauh ini hanya ada tiga kasus pelanggaran HAM berat yang pernah diselesaikan oleh Pengadilan HAM Indonesia, yaitu kasus Timor-Timur 1999 dan Tanjung Priok 1984 ditangani oleh Pengadilan HAM Ad Hoc Jakarta, serta kasus pelanggaran HAM berat Abepura 2000 ditangani oleh Pengadilan HAM Makassar, itu pun semua terdakwa akhirnya bebas dari segala tuntutan hukum di tingkat kasasi dan peninjauan kembali.