Abstract:
Bekantan merupakan primata endemik Kalimantan yang terancam punah, untuk mendukung tujuan konservasi maka diperlukan data terkait biologi reproduksinya. Metode non-invasif menggunakan feses dapat digunakan untuk mendeteksi status reproduksi pada satwa liar dan primata dilindungi, sehingga tidak perlu dilakukan pengambilan darah dan pemberian anastesi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis profil hormon testosteron bekantan di Pusat Rehabilitasi Sahabat Bekantan Indonesia kemudian dihubungkan dengan ciri perilaku seksual dan pengaruhnya pada perkembangan ciri kelamin sekunder. Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan feses dari 2 bekantan jantan dewasa bernama Pedro= P (10 tahun) dan Chiro= C (5 tahun) sebanyak 17 sampel, kemudian diekstraksi dan dianalisis menggunakan ELISA. Hasil penelitian menunjukkan profil hormon testosteron bekantan P dan C tidak berbeda signifikan. Bekantan P menunjukkan perilaku seksual aktif, sedangkan bekantan C cenderung berperilaku banyak diam dan tidak aktif, hal ini mungkin disebabkan faktor kondisi kesehatan dan kandang serta ketersediaan pasangan kawin. Dari segi perkembangan ciri kelamin sekunder, bekantan P menunjukkan tubuh dan alat kelamin yang lebih berkembang serta gigi taring dan hidung yang lebih besar. Faktor usia, gizi dan kondisi kesehatan diduga memiliki peran terhadap perkembangan ciri morfologi kelamin sekunder tersebut.
Kata kunci: bekantan, feses, hormon testosteron, non-invasif