Abstract:
Peran advokat dalam menjalankan tugasnya dituntut untuk memegang teguh aturan yang ada pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat dan Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI). Dalam pemberian bantuan hukum kpada pencari keadilan oleh advokat merupakan suatu kewajiban bagi seorang profesi advokat yang wajib dilaksanakannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Advokat yang diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma. Namun dalam praktiknya, seorang advokat dalam pemberian bantuan hukum terdapat tidak melakukan pendampingan terhadap klien dan tidak hadir di proses persidangan. Oleh karena itu, penelitian hukum ini mengkaji dan menganalisis secara yuridis mengenai pengaturan bagi advokat yang telah mendapatkan permintaan untuk memberikan bantuan hukum tidak berhadir di sidang pengadilan serta sanksi advokat dan konsekuensinya terhadap perkara yang tidak dihadiri oleh advokat yang diminta untuk memberi bantuan hukum. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual melalui teks yang melatarbelakangi suatu masalah hukum.
Kewajiban pemberian bantuan hukum oleh Advokat juga diatur dalam Pasal 56 KUHAP yang sifatnya merupakan wajib untuk di dampingi dalam setiap tingkat pemeriksaan di peradilan pidana. Ketidak hadiran advokat dalam proses persidangan meskipun sudah diminta oleh kepolisian belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat dan Peraturan Pemerintah yang mengataur selanjutnya. Mengenai tindakan bagi advokat yang dapat dikenai sanksi hanya diatur secara umum di dalam Pasal 6 Undang-Undang Advokat dan sanksi secara umum yang terdapat dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat
Kata kunci (keyword): peran advokat, bantuan hukum, persidangan