Abstract:
ABSTRAK
Kata Kunci: Perlindungan Konsumen, Pakaian Bekas Impor, Thriftshop Online
Tujuan penelitian ini adalah untuk Untuk memberikan analisis mengenai legalitas
pakaian bekas yang dibeli konsumen dari pelaku usaha thriftshop online dengan
disertai informasi mengenai kondisi pakaian tersebut dan bagaimana perlindungan
hukum bagi konsumen yang membeli pakaian bekas dari pelaku usaha thriftshop
online melalui aplikasi sosial media Instagram. Untuk menjawab tujuan tersebut
dilakukan dengan penelitian yuridis normatif, menggunakan pendekatakan
peraturan perundang-undangan dan pendakatan sosio legal. Penelitian ini bersifat
preskriptif analisis dengan sumber bahan hukum yang diperoleh melalui studi
kepustakaan. Bahan hukum diolah dengan membagi-bagi bahan hukum sesuai
dengan bagian permasalahan, kemudian disusun sedemikian rupa untuk menjawab
isu hukum yang telah dirumuskan dan kemudian dituangkan kedalam pembahasan
sebagai jawaban atas pokok permasalahan yang diteliti dan diakhiri dengan sebuah
kesimpulan.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pertama perjanjian jual beli pakaian
bekas impor yang dilakukan melalui aplikasi sosial media Instagram dikatakan
bertentangan dengan Pasal 1320 KUHPerdata mengenai syarat sah perjanjian
yang keempat (kausa yang halal) bilamana objek jual beli berupa pakaian bekas
yang diperjual belikan tersebut didatangkan dari luar daerah pabean, mengapa
karena pakaian bekas impor sendiri dilarang masuk kedaerah pabean oleh Pasal 47
ayat (1) dan Pasal 51 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang
Perdagangan serta Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12 Tahun 2020
Tentang Barang Dilarang Impor. sebaliknya hal ini dianggap tidak bertentangan
dengan syarat keempat dalam Pasal 1320 KUHPerdata jikalau pakaian bekas
tersebut bukan pakaian bekas impor. Kedua Perlindungan hukum bagi konsumen
yang membeli pakaian bekas impor diberikan oleh pemerintah secara preventif
dan represif. Secara preventif sendiri bertujuan untuk mencegah dimana hal ini
dibuat dalam bentuk sebuah aturan tertulis seperti Undang-Undang Perlindungan
Konsumen. Adapun perlindungan secara represif bertujuan untuk menyelesaikan
apabila terjadi masalah, penyelesaiannya dapat ditempuh konsumen melalui dua
jalur yakni non litigasi antar para pihak saja atau melalui BPSK sedangkan
melalui jalur litigasi bisa melalui lembaga peradilan umum dengan mengajukan
gugatan perdata atau ke kepolisian jika ada unsur pidananya.