Abstract:
Tujuan dari penelitian skripsi ini adalah untuk menganalisa bahwa permintaan maaf melalui media sosial terhadap tindak pidana penghinaan dapat dijadikan sebagai penghapus pidana dan untuk menganalisa kebijakan formulasi permintaan maaf melalui media sosial sebagai upaya penyelesaian tindak pidana penghinaan di luar peradilan pidana di masa mendatang. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, Dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dimana peneliti menganalisa peraturan perundang-undangan dan mempelajari pandangan-pandangan yang ada dalam secara normatif atau metode penelitian doktrinal, yaitu penelitian yang menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Menurut hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa meminta maaf melalui media sosial terhadap tindak pidana penghinaan belum dapat dijadikan sebagai alasan penghapus pidana baik dalam hal pembenar dan pemaaf, karena tidak semata-mata orang yang sudah meminta maaf atas perbuatannya akan secara otomatis menghapuskan pidana. Dalam penyelesaian perkara dalam rangka restorative justice, ketika pihak korban dan pihak pelaku telah didamaikan dan telah menemukan kata sepakat perdamaian dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana pelaku dalam hal penyelesaian perkara pidana, dapat dikatakan telah selesai, atau korban atas tindak pidana penghinaan tersebut mencabut laporannya. Penyelesaian perkara dengan cara permintaan maaf melalui media sosial terhadap tindak penghinaan, dalam hal ini teori restorative justice yang mana masih belum memiliki regulasi yang pasti dan menyeluruh, sehingga masing-masing sub-sistem peradilan pidana melakukan penyelesaian perkara pidana degan cara restorative justice adalah didasarkan kepada insisiatif penegak hukum itu sendiri.