Abstract:
ABSTRAK
Pasal 8 Ayat (2) UU RI No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang membahas mengenai kewajiban hakim mempertimbangkan sifat baik dan sifat jahat terdakwa juga merupakan bagian dari keadaan yang meringankan dan memberatkan yang akan termuat kedalam putusan. Namun, norma yang berlaku mengenai hal tersebut masih belum jelas dan menimbulkan pro dan kontra terhadap masyarakat pencari keadilan. Oleh sebab itu, penelitian hukum ini mengkaji pengaturan hukum terkait sifat baik dan sifat jahat terdakwa yang menjadi pertimbangan hakim dalam putusannya dan akibat hukum apabila sifat baik dan jahat terdakwa tersebut tidak dicantumkan dalam putusan hakim. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif menggunakan pendekatan perundang-undangan dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang terkait.
Pengaturan hukum mengenai kualifikasi sifat baik dan sifat jahat terdakwa belum diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman maupun KUHAP. Akan tetapi, hal tersebut tetap menjadi pertimbangan hakim yang akan dituangkan ke dalam putusan karena sudah menjadi kewajiban hakim memperhatikan hal tersebut. Kesopanan dalam persidangan merupakan salah satu contoh sifat baik terdakwa yang sering menjadi alasan untuk meringankan terdakwa dalam putusanya. Namun, memang hal itu tidak dapat menjadi tolak ukur yang tepat karena pada dasarnya dalam persidangan semua orang harus bersikap sopan. Sebaliknya, apabila terdakwa tidak sopan, berbelit-belit serta menimbulkan kegaduhan maka hal tersebut hanya hakim yang dapat menilai sebagai sifat jahat yang akan memberatkan terdakwa dalam putusan yang dibuat oleh hakim. Serta apabila didalam putusannya hakim tidak memuat sifat baik dan sifat jahat terdakwa sebagai pertimbangan maka tidak akan mengakibatkan putusan tersebut batal demi hukum.
Kata Kunci (keyword): Pertimbangan, Sifat Baik Terdakwa, Sifat Jahat Terdakwa.