Abstract:
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui konsep presidential threshold dalam UU No. 7 Tahun 2017 dan persoalan yang terjadi apabila presidential threshold diatur dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan tipe deskriptif kualitatif. Sifat penelitian yuridis normatif, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan koseptual. Untuk menganalisis isu hukumnya, penulis menggunakan sumber bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.
Hasil penelitian menunjukan: Pertama, Konsep presidential threshold diatur dalam UU No. 7 Tahun 2017 Pasal 222, dimana suara sah secara nasional yang dijadikan sebagai ambang batas didapatkan dari pemilu DPR pada periode sebelumnya. Dengan pemilu serentak, membuat banyak orang berfikir mustahil menerapkan presidential threshold karena tidak ada kesempatan untuk menghitung ambang batas. Namun pembuat UU tetap menerapkan presidential threshold karena MK tidak membatalkan ketentuan tentang presidential threshold karena konsep presidential threshold bertujuan memperkuat sistem presidensial Indonesia. Kedua, Persoalan Hukum yang terjadi saat presidential threshold tetap diterapkan adalah terlanggarnya kesempatan parpol baru untuk mengusung capres dan cawapres dalam pemilu, padahal hak ini dijamin oleh konstitusi yakni pasal 6A ayat (2) UUD Tahun 1945. Bunyi Pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 jeas menguntungkan parpol lama yang pada pemilu sebelumnya memiliki kursi di DPR. Selain itu, dinamika politik pada dasarnya sangat cepat berubah sehingga ambang batas yang diperoleh dari pemilu DPR periode sebelumnya sudah tidak lagi relevan untuk dijadikan tolak ukur, karena tentunya anggota parlemen yang ada dalam pemerintahan yang nantinya akan dijalankan oleh Presiden terpilih sudah berbeda dengan anggota parlemen yang berasal dari pemilu periode sebelumnya.
Kata Kuci : Presidential Threshold, Pemilihan Umum Serentak, Presiden dan Wakil