Abstract:
Muhammad Shaa Imul Qadri. 2023. Analisis Titik Panas (Hotspot) Kawasan Lahan Basah Gambut DiTaman Nasional Sebangau Kalimantan Tengah Menggunakan Parameter Cuaca Curah Hujan. Pembimbing: Dr. Ir. H. Gusti Rusmayadi M.Si.; Dr.Ir. Bambang Joko Priatmadi, M.P.; Dr. Dewi E. Adriani, S.P., M.P., Ph.D.
Indonesia adalah termasuk daftar negara dengan hutan terluas ketiga dunia setelah negara Brazil dan Republik Demokrat Kongo dimana memiliki area hutan 91 juta hektar. Taman Nasional Sebangau Provinsi Kalimantan Tengah merupakan salah satu wilayah hutan di Indonesia yang memiliki daerah konservasi gambut dengan luas tanahnya 568.700 yang dilindungi oleh pemerintah,
Taman Nasional Sebangau Provinsi Kalimantan Tengah memiliki pola curah hujan monsunal dimana memiliki satu puncak musim hujan saja, dengan demikian lahan gambut yang ada pada wilayah tersebut memiliki cadangan air dari pola curah hujan monsunal tersebut, karena lahan gambut merupakan tipe lahan basah dimana lahan basah dicirikan memiliki cadangan air di setiap wilayahnya.
Kebakakaran hutan merupakan ancaman terbesar yang sering dialami hutan-hutan di Indonesia, bencana ini terjadi akibat faktor alam yaitu adanya fase musim kemarau serta aktivitas pola iklim yang mempengaruhi keadaan wilayah tersebut, biasanya faktor iklim yang mempengarui kejadian kebakaran hutan ini adalah fenomena EL Nino dimana kejadian Fenomena ELnino ini mengakibatkan kekeringan sehingga curah hujan berkurang dan mengakibatkan peningkatan titik panas (hotspot) selain faktor alam ada faktor lain penyebab kebakaran hutan dan titik panas (hotspot) meningkat yaitu faktor aktivitas manusia yang dengan sengaja melakukan pembakaran untuk membuka lahan serta untuk kepentingan perkebunan, padahal dampak dari pembakaran hutan tersebut mengakibatkan kerugian di berbagai macam bidang, pada Taman Nasional Sebangau Provinsi Kalimantan Tengah memiliki riwayat kabakaran hutan terparah yaitu pada tahun 2015 dengan nilai titik panas (hotspot ) total sebesar 12.389 titik panas (hotspot).
Monitoring kebakaran hutan ini merupakan langkah yang seharusnya dilakukan agar dapat mencegah kebakaran hutan tersebut dengan menggunakan cita satelit MODIS untuk memonitoring jumlah titik panas (hotspot) serta melakukan pendekatan identfikasi dan analisa kejadian titik panas (hotspot) mengunakan indeks parameter cuaca curah hujan dapat digunakan untuk merepresentasikan titik panas (hotspot). Penelitian ini menggunakan parameter cuaca curah hujan untuk merepresentasikan kejadian titik panas (hotpot) diwilayah Taman Nasional Sebangau Provinsi Kalimantan Tengah dengan menggunakan variabel mediasi sifat hujan, indeks presipitasi terstandarisasi (IPts) dan indeks air tanah tersedia (ATS), serta anilisi tersebut menggunakan path analisis (analisis jalur) untuk menunjukan variabel mediasi yang baik merepresentasikan titik panas (hotspot) tersebut.
Hasil penelitian ini menunjukan pola temporal titik panas (hotspot) bulanan dari tahun 2001 hingga 2020 terjadi peningkatan jumlah titik panas (hotspot) pada bulan Agustus, September dan Oktober dimana pada bulan tersebut memasuki musim kemarau yang mengakibatkan kekurangan curah hujan sehingga meningkatkan jumlah titik panas (hotspot) di wilayah Taman Nasional Sebangau Provinsi Kalimantan Tengah selain faktor tersebut aktivitas oknum manusia yang dengan sengaja melakukan pembakaran untuk membuka lahan serta untuk kepentingan perkebunan yang biasa dilakukan ketika musim kemarau di bulan tersebut, hal ini didukung dari pola spasial titik panas (hotspot) dimana sebaran titik panas (hotspot) ini hanya terjadi di area terluar Taman Nasional Sebangau Provinsi Kalimantan Tengah dimana area tersebut bersampingan dengan perkebunan warga dan juga perusahaan sedangkan area dalam wilayah tersebut hampir tidak terdeteksi titik panas (hotspot).
Hasil pendekatan parameter cuaca curah hujan dalam mempresentasikan titik panas (hotspot) Taman Nasional Sebangau Provinsi Kalimantan Tengah dengan menggunakan variabel mediasi sifat hujan, indeks presipitasi terstandarisasi (IPts) dan indeks air tanah tersedia (ATS), menunjukan nilai variabel mediasi indeks air tanah tersedia (ATS) dapat merepresentasikan titik panas (hotspot) dengan baik meskipun hanya 40% saja, hal ini dikarenakan faktor lain selain faktor alam yaitu faktor aktivitas manusia lebih mendominasi kejadian kebakaran hutan yang mengakibatkan peningkatan titik panas (hotspot).
Diharapkan dengan adanya hasil penelitian ini, dapat digunakan oleh pihak terkait (pemangku kebijakan) dan masyarakat untuk langkah awal melakukan mitigasi bencana kebakaran hutan dengan melakukan monitoring titik panas (hotspot) serta sudah diketahuinya pola peningkatan dan penurunan titik panas(hotspot) di wilayah Taman Nasional Sebangau Provinsi Kalimantan Tengah menjadikan masyarakat dan pemerintah sadar akan nya faktor aktivitas manusia sangat berpengaruh dalam bencana tersebut sehingga pemerintah dibantu masyarakat sekitar dapat menidak tegas oknum yang tidak bertanggung jawab.