Abstract:
Kekerasan dalam rumah tangga semakin marak terjadi, pada tahun 2023 tercatat 2.331 kasus
kekerasan terhadap perempuan yang 58,1% merupakan kasus KDRT yaitu sebanyak 1.354
kasus. Dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga adalah guna melindungi korban KDRT, namun ada persepsi bahwa
korban KDRT yang dapat dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga hanya bagi yang melakukan perkawinan secara
sah dan dicatat sementara perkawinan di bawah tangan tidak, seperti pada kasus dalam putusan
pengadilan negeri sarolangun nomor 146/Pid.Sus/2017/PN Srl. Tujuan penelitian ini guna
memahami pertimbangan hakim serta menganalisis penerapan kepastian hukum dan niai
keadilan dalam Putusan Pengadilan Negeri Sarolangun Nomor : 146/Pid.Sus/2017/PN Srl.
Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang bersifat perskriftif dengan pendekatan
perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan kasus. Berdasarkan hasil
penelitian menunjukan bahwa majelis hakim Pengadilan Negeri Sarolangun dalam putusan
nomor 146/Pid.Sus/2017/PN Srl tidak tepat dalam memilih dasar hukum dikarenakan
menginterpretasikan bahwa perkawinan di bawah tangan tidak dilindungi oleh Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga,
sehingga diterapkannya Pasal 351 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
yang menurut peneliti tidak tepat. Tidak tepatnya dasar hukum yang digunakan maka nilai
kepastian hukum tidak terpenuhi dan dengan tidak terpenuhinya nilai kepastian hukum maka
nilai keadilan tidak terpenuhi.