Abstract:
PENERAPAN PASAL YANG TIDAK DIDAKWAKAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA NARKOTIKA (STUDI PUTUSAN NOMOR 132/PID.SUS/2014/PN. BNA)
EDWARDUS TANGGUNUBUN
ABSTRAK
Penerapan Pasal yang Tidak Didakwakan (selanjutnya disebut PTD) adalah sebuah fenomena di dalam sistem peradilan pidana di Indonesia yang sering terjadi. Pasal yang tidak di dakwakan terjadi ketika terdakwa dinyatakan bersalah oleh pengadilan karena melakukan tindak pidana tertentu, tetapi pengadilan tidak menjatuhkan hukuman yang seharusnya karena pengadilan merasa tidak ada pasal yang dapat dijadikan dasar untuk menjatuhkan hukuman tersebut.
Fenomena pasal yang tidak di dakwakan sering terjadi dalam kasus kasus tindak pidana narkotika, dimana terdakwa dianggap telah melakukan tindak pidana tetapi hukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan lebih ringan daripada hukuman yang seharusnya dijatuhkan. Pada kasus kasus ini, pengadilan seringkali tidak memberikan alasan yang jelas mengenai mengapa hukuman yang dijatuhkan lebih ringan, sehingga pasal yang tidak di dakwakan menjadi sulit untuk diidentifikasi. Dalam studi kasus Putusan Nomor 132/Pid.Sus/2014/PN. BNA, pasal yang tidak di dakwakan terjadi dalam kasus tindak pidana narkotika.
Sebagai negara hukum, pengadilan seharusnya menjatuhkan hukuman yang sesuai dengan kesalahan yang dilakukan oleh terdakwa berdasarkan undang undang yang berlaku. Jika tidak ada pasal yang dapat dijadikan dasar untuk menjatuhkan hukuman, maka pengadilan seharusnya tidak menyatakan terdakwa bersalah atas tindak pidana tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan reformasi dalam sistem peradilan pidana Indonesia agar pasal yang tidak di dakwakan tidak terjadi lagi di masa yang akan datang. Pasal yang tidak di dakwakan dalam kasus tindak pidana narkotika juga menjadi kontroversial karena seringkali terjadi pada terdakwa yang merupakan korban dari peredaran narkotika. Beberapa terdakwa dituduh sebagai pengedar narkotika karena memiliki jumlah narkotika yang melebihi batas yang diizinkan, meskipun sebenarnya mereka hanya merupakan pengguna narkotika yang sedang dalam proses rehabilitasi.
Hasil penelitian ini adalah : Pertama, Karena syarat sahnya pemidanaan harus menyebutkan pasal yang didakwakan oleh penuntut umum sebagaimana dalam Pasal 197 ayat (1) huruf c dan huruf e, yang dapat menyebabkan putusan batal demi hukum. Hakim Pengadilan Tinggi dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa mengabaikan nilai kepastian hukum, yakni berupa hak hak pembelaan yang seharusnya diperoleh terdakwa. Sehingga kurangnya suatu keadilan yang kuat jika hakim tidak mendasarkan pada kepastian hukum. Kedua, dasar pertimbangan hakim Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi penuntut umum tidak sesuai dengan Pasal 253 ayat (1) KUHAP. Sebab alasan kasasi yang diajukan oleh penuntut umum sudah memenuhi syarat Pasal 253 ayat (1) yakni Pengadilan Tinggi menerapkan hukum tidak sebagaimana mestinya. Karena syarat sahnya putusan pemidanaan harus ada dakwaan. Jadi seharusnya Mahkamah Agung menerima permohonan kasasi serta mengadili sendiri perkara tersebut. Kedua, Oleh karena itu, penting bagi penyidik dan jaksa penuntut untuk memeriksa dan meneliti secara menyeluruh setiap pasal yang berkaitan dengan suatu perkara tindak pidana narkotika untuk memastikan bahwa kasus tersebut dibawa ke pengadilan dengan lengkap dan benar. Selain itu, hakim juga harus memastikan bahwa setiap pasal yang relevan diterapkan dengan tepat dalam putusannya untuk memastikan bahwa putusannya adil dan sesuai dengan hukum. Putusan Pengadilan No. 132/Pid.Sus/2014/Pn.Bna Tidak Sesuai Dengan Kepastian Hukum, Keadilan Dan Kemanfaatan
Kata Kunci : Penerapan, Didakwakan, Perkara Tindak Pidana Narkotika