Abstract:
ABSTRAK
Pembatalan perkawinan berarti menganggap suatu perkawinan yang telah dilakukan sebagai peristiwa yang tidak sah, atau dianggap tidak pernah ada. Hak-hak suami atau isteri untuk mengajukan pembatalan perkawinan manakala dalam perkawinan yang dilangsungkan dalam keadaan diancam, ditipu, atau salah sangka diatur didalam pasal 27 ayat (1) dan ayat (2) UU Perkawinan dan pasal 72 ayat (1) dan ayat (2) Kompilasi Hukum Islam. Dalam hal pengajuan permohonan pembatalan perkawinan tersebut memiliki jangka waktu dalam mengajukannya. Suami atau isteri memiliki jangka waktu, yaitu selama 6 (enam) bulan untuk dapat mengajukan haknya dalam melakukan pengajuan permohonan pembatalan perkawinan. Sehingga, jika suami atau isteri tersebut tidak menggunakan haknya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan tersebut, maka otomatis haknya gugur. Hal ini diatur dalam pasal 27 ayat (3) UU Perkawinan dan Pasal 72 ayat (3) Kompilasi Hukum Islam. Tetapi didalam putusan Pengadilan Agama Bantaeng Nomor 183/Pdt.G/2018/PA.Batg Hakim mengabulkan permohonan pembatalan perkawinan yang mana perkawinan tersebut telah berlangsung selama 4 tahun. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui apakah daluwarsa merupakan syarat mutlak dalam pembatalan perkawinan, dan apakah putusan hakim hakim Nomor 183/Pdt.G/2018/PA.Batg tentang pembatalan perkawinan sesuai dengan UU No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Jenis penelitian yang digunakan adalah hukum hukum normatif dengan studi putusan dan pendekatan perundang-undangan.
Penelitian ini memperoleh kesimpulan yaitu: 1) Daluwarsa dalam permohonan pembatalan perkawinan bukanlah syarat mutlak dalam mengajukan permohonan pembatalan perkawinan. Daluwarsa atau batas waktu untuk mengajukan permohonan pembatalan perkawinan hanya 6 (enam) bulan terhitung sejak diketahuinya pernikahan itu tidak memenuhi ketentuan perundang-undangan, atau adanya pihak lain yang merasa dirugikan dengan adanya pernikahan tersebut sebagaimana pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo Pasal 72 ayat (3) Kompilasi Hukum Islam. Dalam memutus perkara hakim melihat apakah perkawinan tersebut sah atau tidak sah dan dalam perkawinan tersebut tidak terdapat larangan perkawinan yang menyebabkan perkawinan tersebut Batal Demi hukum. 2) Hakim dalam memutus perkara pembatalan perkawinan dalam Putusan nomor: 183/Pdt.G/2018/PA.Batg sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Hal ini didasarkan pada pasal 42 kompilasi Hukum Islam, dimana Termohon mempunyai 6 (enam) orang isteri dan semuanya masih terikat tali perkawinan, sehingga berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, perkawinan tersebut merupakan perkawinan yang tidak sah karena bertentangan dengan hukum islam. Berdasar pada pasal 70 butir a Kompilasi Hukum Islam Perkawinan tersebut adalah batal demi hukum.
Kata kunci: Pembatalan, Perkawinan, Daluwarsa