Abstract:
Kemajuan teknologi yang terjadi dalam masyarakat membawa dampak positif dan negatif. Teknologi dapat membantu masyarakat melakukan kegiatan sehari-hari. Namun teknologi juga dapat mengakibatkan terjadinya tindak pidana. Salah satu kegiatan masyarakat yang berubah seiring dengan kemajuan teknologi adalah arisan. Masyarakat biasanya melakukan arisan dengan bertemu secara langsung. Namun saat ini berkembang arisan dengan metode online. Masyarakat tidak perlu bertatap muka secara langsung saat melakukan arisan. Di sisi lain tindak pidana penipuan yang berkaitan dengan arisan online juga banyak terjadi. Pelaku memanfaatkan kelengahan para pihak dalam arisan online. Pelaku akan memperoleh keuntungan berupa aset-aset dari tindak pidana penipuan.
Reformulasi Pasal Tindak Pidana Penipuan dalam UU ITE yang tegas dan komprehensif dalam menanggulangi kejahatan tindak pidana penipuan dalam transaksi elektronik. Permasalahan ini muncul dari adanya ketidakjelasan dalam regulasi saat ini yaitu mengenai keamanan dalam melakukan transaksi elektronik Metode Penelitian ini menggunakan yuridis normatif dengan pendekatan Perundang- undangan dan pendekatan kasus. ada 3 (tiga) kekaburan norma sebagai dampak digunakannya Pengaturan Pasal 28 ayat (1) UU ITE yaitu Pertama, Pasal 28 ayat (1) UU ITE ketika digunakan hanya mampu menjerat sebagian pelaku yaitu hanya sebatas pada konsumen dan produsen, kedua, Pasal 28 ayat (1) UU ITE masih belum komprehensif untuk digunakan oleh penegak hukum pada tindak pidana penipuan dalam transaksi elektronik, adapun Pengaturan Pasal 28 (1) UU ITE terkait frasa konsumen hendaknya dihapus atau diganti sehingga Pasal tersebut tidak hanya digunakan kepada konsumen dan produsen saja tetapi selain konsumen dan produsen bisa digunakan dan frasa muatan dimasukan ke dalam pasal 28 ayat (1) UU ITE, ketiga, tidaknya adanya penggunaan frasa penipuan dan penyebaran berita bohong hanyalah salah satu dari perbuatan penipuan.
Kata Kunci : Kebijakan, Tindak Pidana Penipuan, Transaksi Elektronik