Abstract:
Keadaan perilaku atau sikap sopan dalam persidangan sering kali dijadikan majelis
hakim sebagai pertimbangan yang meringankan vonis atau pidana terdakwa. Dalam
pasal 8 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
Kehakiman yang membahas mengenai kewajiban hakim mempertimbangkan sifat
yang baik dan jahat dari terdakwa merupakan bagian dari keadaan yang meringankan
dan memberatkan akan termuat dalam vonis atau putusan. Pada pasal 218 KUHAP
Ayat (1) yang membahas mengenai dalam ruang sidang siapapun wajib menunjukkan
sikap hormat kepada pengadilan. Namun, norma yang berlaku mengenai hal tersebut
masih kabur atau belum jelas dan menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat.
Hingga saat ini belum ada aturan resmi dan tertulis terkait bagaimana batasan ukuran
perilaku sopan terdakwa di pengadilan dan bagaimana ketentuan perilaku sopan untuk
terdakwa residivis. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui ukuran perlaku sopan
terdakwa di pengadilan sebagai dasar pertimbangan putusan hakim dan untuk
mengetahui ketentuan perilaku sopan terdakwa sebagai peringan pidana bagi terdakwa
residivis. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif, tipe penelitian
yang digunakan adalah kekaburan norma yang terdapat dalam Pasal 8 ayat (2) UU RI
Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan pasal 218 KUHAP. Hasil
penelitian ini menyebutkan bahwa pengaturan batasan perilaku sopan terdakwa di
pengadilan sebagai dasar pertimbangan putusan hakim sampai sat ini belum diatur
lebih lanjut mengenai ukuran sifat perilaku tersebut dan yang berlaku seperti apa.
Dalam pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 Tentang Kekuasaan
kehakiman pun tidak menjelaskan batasan perilaku sopan dalam persidangan seperti
apa. Seperti dalam Pasal 218 KUHP bahwa dalam persdangan siapapun wajib
menunjukkan sikap hormat kepada pengadilan pun tidak menjelaskan sikap hormat
yang seperti apa. Serta terdakwa residivis adalah seseorang yang pernah dijatuhi
hukuman pidana karena kejahatannya tetapi kembali mengulangi tindak pidana yang
serupa. Penjatuhan hukuman pidana bagi terdakwa residivis ditambah 1/3 dari pidana
maksimum yang telah diatur dalam KUHP pada pasal 486, 487, 488 karena pada
dasarnya penjatuhan pidana ditambah 1/3 agar terdakwa memiliki efek jera dan tidak
mengulangi perbuatannya. Dalam hal pertimbangan perilaku sopan dalam hal
meringankan masih berlaku tetapi tidak dapat membuat penambahan pidana tersebut
berkurang dengan banyak dan keadaan residivis tersebut tetap menonjol untuk
menambah hukuman pidana.
Kata kunci (keyword) : Pertimbangan, Hakim, meringankan