Abstract:
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui apakah mutasi dapat menjadi syarat dalam melakukan Pemutusan Hubungan Kerja dan untuk mengetahui perlindungan hukum yang menjadi dasar untuk melindungi pekerja yang melakukan penolakan Mutasi. Penelitian skripsi ini menggunakan metode normatif. Sifat penelitian preskriptif dan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach).
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa : Pertama, Mutasi tidak diatur dengan jelas dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan maupun peraturan perundang-undangan lainnya di bidang Ketenagakerjaan, tetapi sering dikaitkan dengan Pasal 32 UU ketenagakerjaan. Namun dalam perjanjian kerja maupun peraturan perusahaan dapat saja mengatur tentang adanya permutasian selama tidak bertentangan dengan pasal terkait, maka penolakan mutasi yang dilakukan pekerja/buruh bisa saja dikualifikasikan sebagai penolakan perintah kerja karena melanggar perjanjian kerja maupun peraturan perusahaan. Kedua, perlindungan hukum terlebih dahulu melalui perundingan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau arbitrase. Jika penyelesaian tidak dapat dihindari maka jalan terakhir penyelesaian pemutusan hubungan kerja ialah dengan penetepan dari lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). Jika terjadi PHK terhadap pekerja/buruh maka perusahaan wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian.
Kata kunci: Mutasi; Pemutusan Hubungan Kerja.