Abstract:
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana aturan terkait pada Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Optikal disebutkan bahwa setiap penyelenggara optikal wajib memperoleh izin dari pemerintah daerah kabupaten/kota setempat dalam hal ini adalah dinas kesehatan setempat. Secara umum, proses pengajuan izin harus mengikuti prosedur tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah, selaku pemberi izin. Pada pasal 12 ayat (1) Permenkes Nomor 1 Tahun 2016 ditemukan kekaburan norma yang masih belum mengatur lebih lanjut perihal perlindungan konsumen terhadap haknya yang dirugikan dari hasil Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah terkait.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan yang digunakan dalam penelitian kali ini menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach) pendekatan ini dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ada pendekatan ini penelitian ini akan melihat adakah konsistensi dan atau keseuaian anatara suatu undang-undang dengan undang-undang atau regulasi lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukan bahwa Belum ada pengaturan secara khusus untuk melindungi konsumen terhadap pemeriksaan mata pada optikal yang tidak memiliki izin maupun yang tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehataan Indonesia tentang Penyelenggaraan Optikal. Bila dikaitkan dengan undang-undang perlindungan konsumen, hukum perlindungan konsumen secara tegas telah mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha, perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, ketentuan pencantuman klausula baku dan tanggung jawab pelaku usaha. Meskipun telah diatur mengenai hal tersebut, namun dalam praktiknya masih terdapat penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan pemilik optikal sehingga menimbulkan kerugian bagi konsumen.
Kata Kunci (keywords): Penyelenggaraan optikal, Perizinan, Perlindungan Konsumen, Hasil Pengawasan