dc.description.abstract |
Sebelum lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XVII/2019 dan Nomor 2/PUU-XIX/2021 kreditur (leasing) seringkali menggunakan jasa debt collector dalam penarikan objek jaminan fidusia sehingga tidak tercapainya perlindungan hukum terhadap debitur tapi, pada saat itu parate eksekusi dijalankan secara sempurna. Pasca lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XVII/2019 dan Nomor 2/PUU-XIX/2021 terjadi perubahan pada mekanisme parate eksekusi. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XVII/2019 dan Nomor 2/PUU-XIX/2021 bersinggungan dengan hakikat dari parate eksekusi dan perlindungan hukum. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis kaitan teori perlindungan hukum dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 dan Nomor 2/PUU-XIX/2021 dan untuk mengetahui dan menganalisis kesesuaian antara amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 dan Nomor 2/PUU-XIX/2021 dengan parate eksekusi. Metode Penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum normatif. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan kasus. Hasil penelitian ini menyatakan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 memberikan perlindungan hukum kepada debitur secara menyeluruh karena ditiadakannya parate eksekusi. Namun, pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-XIX/2021, kurang memberikan perlindungan hukum kepada debitur karena Putusan Mahkamah Konstitusi terebut mengizinkan kreditur membuat perjanjian tentang parate eksekusi. Parate eksekusi apabila dikaitkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-XIX/2021 telah melemah. Kedua putusan tersebut tidak mencerminkan karakter parate eksekusi yang harusnya bersifat final. Pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-XIX/2021 parate eksekusi dilakukan bersyarat. |
|