Abstract:
Hal ini tertuang dalam Pasal 37 UU Perkawinan yang menyatakan bahwa apabila suatu perkawinan putus karena perceraian, diatur harta bersama menurut hukumnya masing-masing dan dalam Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam dijelaskan bahwa “janda atau duda diceraikan dan masing-masing berhak atas setengah bagian dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta tersebut tetap harus dipisahkan baik itu pemilikan, penggunaan dan penguasaannya, tentunya menurut Hukum Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam Harta bawaan tidak dapat dijadikan harta bersama, kecuali jika ada kesepakatan yang dibuat oleh suami atau istri, maka jika terjadi perselisihan tentang harta bersama yang di dalamnya terdapat harta warisan, baik ada perjanjian pisah maupun tidak ada hakim tetap, hakim terlebih dahulu memisahkan bagian dari harta warisan. harta benda itu terlebih dahulu dengan bukti-bukti yang ditunjukkan oleh para pihak yang terkait dengan perjanjian. asal mula pemilikan harta warisan, jika dapat dibuktikan secara hukum dan nilainya dapat diperhitungkan dengan pasti bahwa ada harta warisan yang tercampur dalam harta bersama, maka harus diakui dan dipisahkan, sehingga harta bawaan tetap ada dalam harta bersama. penguasaan pemilik, sedangkan mengenai implikasi yuridis penyelesaian sengketa harta bersama yang tidak memperhitungkan kedudukan harta bawaan dari salah satu suami istri sangat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, karena tidak dibenarkan mempunyai hak orang lain tanpa seizinnya, pelaksanaan pembagian harta juga harus mengutamakan pemisahan harta terbukti.