Abstract:
Penelitian ini bertujuan menganalisa batasan Direksi dalam hal persetujuan pemegang saham dalam hal pengalihan aset perseroan dan untuk menganalisa penerapan sanksi terhadap Direksi apabila pengalihan aset tidak disertai dengan persetujuan pemegang saham. Maka dalam penelitian ini direksi memiliki kewenangan yang dibatasi bertindak secara intern, baik yang bersumber pada doktrin hukum maupun yang bersumber pada peraturan yang berlaku, termasuk anggaran dasar perseroan. Batasan tersebut antara lain adalah adanya doktrin ultravires, yang menyatakan bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan di luar kewenangan dari direksi. Setiap tindakan yang dilakukan oleh direksi diluar kewenangan yang diberikan tersebut tidak mengikat perseroan, artinya direksi memiliki limitasi dalam bertindak atas nama dan untuk kepentingan perseroan. Terkait dengan batasan direksi yang meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan aset perseroan baik menjadikan jaminan utang kekayaan perseroan yang jumlahnya lebih dari 50 % (lima puluh persen) dalam satu transaksi atau lebih itu merupakan kewajiban direksi.Maka persoalan mengalihkan aset perseroan ini akan sangat berdampak pada kelangsungan hidup perseroan yang harus diketahui dan diputuskan langsung oleh RUPS. Selain itu, penerapan sanksi terhadap direksi apabila pengalihan aset tidak disertai dengan persetujuan pemegang saham jika dilakukan dengan sengaja, maka direksi dapat dikatakan melakukan perbuatan yang melampaui kewenangan yang diberikan. Artinya Direksi telah melakukan tindakan ultra vires, sedangkan akibat dari tindakan ultra vires yang berakibat dapat merugikan Perseroan tersebut, maka tanggung jawab terbatas Direksi karena kesalahan Direksi. Selain itu, Direksi yang secara sengaja dengan itikad buruk melakukan tindakan atau perbuatan untuk kepentingan pribadi sehingga menyebabkan timbulnya kerugian bagi Perseroan, maka Direksi dapat dituntut pertanggung jawabannya berdasarkan doktrin piercing the corporate veil. Berdasarkan dengan itu bahwa akibat pengalihan perseroan aset dilakukan yang oleh direksi tanpa persetujuan RUPS adalah tetap perseroan terhadap pihak ketiga sepanjang dilakukan dengan itikad baik, dalam arti perjanjian pengalihan aset antara perseroan dengan pihak ketiga tersebut tetap sah dan berlaku secara hukum sepanjang pihak lain yang kini didalam pembuatan hukum tersebut dan Perbuatan hukum pengalihan aset perseroan yang dilakukan oleh direksi apabila dilakukan tanpa persetujuan RUPS maka direksi bertanggung jawab secara pribadi, selain itu perbuatan direksi yang ultra vires dapat dikaitkan juga dengan perbuatan melawan hukum sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Dalam hal ini peneliti menggunakan jenis penelitian hukum normatif, yaitu merupakan penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti dan menggunakan bahan hukum yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder bahan hukum tersier yang didapat dari penelitian kepustakaan (library research).