Abstract:
Berubahnya sistem pendaftaran hak tanggungan menjadi terintegrasi secara elektronik, membuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang semula mendaftarkan Akta Pemberian Hak Tanggingan (APHT) yang dibuatnya ke Kantor Pertanahan setempat secara konvensional menjadi mendaftar melalui sistem elektronik. Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang dibuat PPAT didaftarkan harus diubah dulu bentuknya secara elektronik. APHT yang diunggah secara elektronik diragukan kesetaraan nilai pembuktiannya sama seperti APHT yang disimpan secara konvensional, terlebih lagi terhadap mekanisme pembuktian APHT yang diunggah secara elektronik pada persidangan. Hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum. Metode Penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum normatif. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian ini menyatakan. Akta elektronik yang pembuatannya secara konvensional kemudian terintegerasi secara elektronik dan akta yang dibuat secara elektronik yakni tanpa kehadiran para penghadap secara langsung bisa dijadikan alat bukti dipersidangan. Selama tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan memenuhi unsur yang ada di Pasal 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kemudian selama tidak melanggar syarat formil dan materil dari pembuatan akta tersebut. Kedua, APHT yang didaftarkan secara elektronik tidak memiliki nilai pembuktian yang sempurna dipersidangan meskipun pembuatannya dilakukan secara konvensional. APHT yang didaftarkan secara elektronik harus dengan dukungan pendapat dari keterangan ahli yang memastikan kebenaran dari APHT tersebut. Kepastian nilai kekuatan pembuktiannya diserahkan kepada pertimbangan hakim, yang dengan demikian sifat kekuatan pembuktiannya adalah bebas (vrij bewijskracht).