Abstract:
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis penerapan prinsip kehati-hatian Notaris dalam melaksanakan tugas jabatan Notaris sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris dan akta yang dibuat oleh Notaris haruskah dibatalkan terkait dengan putusan hakim yang menyatakan bahwa “adanya keterangan para pihak yang dipalsukan” di dalam perjanjian kredit perbankan. Hasil Penelitian Pertama: Notaris harus menerapkan prinsip kehati-hatian dalam melaksanakan tugas jabatan Notaris berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, menyebutkan bahwa “dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum”. Makna “saksama” dalam pasal ini dapat diartikan “harus berhati-hati”, sehingga Notaris harus menerapkan prinsip kehati-hatian dengan langkah-langkah seperti melakukan pengenalan terhadap identitas penghadap, melakukan pengecekan identitas yang diperlihatkan atau melakukan pengecekan secara online melalui sistem online Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, memverifikasi secara cermat data subyek dan obyek penghadap, serta melakukan wawancara langsung mengenai kebenaran identitas para penghadap. Jika Notaris menemukan keraguan dan kecurangan para penghadap, maka Notaris sebaiknya mencari kebenaran materil sebagai salah satu cara menerapkan prinsip kehati-hatian untuk mencegah terjadinya permasalahan yang dapat merugikan dikemudian hari. Kedua: Akta yang dibuat oleh Notaris terkait putusan hakim yang menyatakan bahwa “adanya keterangan para pihak yang dipalsukan” di dalam perjanjian kredit perbankan harus dibatalkan, karena tidak memenuhi syarat subjektif yaitu cacat kehendak akibat terdapat keterangan yang dipalsukan dan tandatangan palsu didalam akta, sehingga mengakibatkan perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada dan segala surat-surat yang diterbitkan oleh Notaris itu harus dibatalkan.