Abstract:
Pailit memiliki makna dimana dalam suatu keadaan debitur tidak mempunyai kemampuan
untuk melakukan pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditur. Debitur adalah orang
yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih
di muka pengadilan, sedangkan kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena
perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan. Pada Putusan
Mahkamah Agung Nomor 1832 K/Pdt.Sus-Pailit/2022 Hakim menyatakan pembatalan
permohonan pailit karena hakim berpendapat bahwa antara Pemohon Pailit dan Termohon
Pailit tidak memiliki hubungan hukum yang membuat ketidakjelasan latar belakang timbulnya
utang antara Pemohon dan Termohon Pailit. Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji dan
menganalisis dengan mengaitkan kepada pihak-pihak yang dapat dinyatakan sebagai Kreditur
dalam kepailitan serta mengenai akibat hukum yang timbul atas pembatalan permohonan pailit.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif menggunakan pendekatan perundang-
undangan dan pendekatan kasus.
Dengan melihat dari pengertian utang secara luas yaitu bahwa utang dapat lahir dari adanya
sebuah perikatan yang akan menimbulkan kewajiban yang harus dilakukan atas semua hak yang
sudah diberikan, utang dapat dianggap sebagai hubungan hukum sehingga seseorang berhak
mendapatkan kewajiban dari seseorang. Maka karena kelalaian Koperasi dalam melakukan
tanggung jawabnya dalam memenuhi kewajiban ini membuat penanam investasi dapat
dikatakan sebagai Kreditur Konkuren. Karena adanya pembatalan permohonan pernyataan
pailit akibat hukum yang terjadi pada Koperasi yaitu tidak diwajibkannya untuk menjalankan
proses kepailitan dan mengalami likuidasi atau restrukturisasi utang. Namun, Koperasi tetap
harus melakukan kewajibannya melakukan pembayaran utang yang dimilikinya kepada
Kreditur.
Kata Kunci (keyword): kedudukan kreditur, kepailitan, pembatalan permohonan pailit